Vonis Eks Dirut ASDP: Ira Puspadewi Dihukum 4,5 Tahun Penjara

Vonis Eks Dirut ASDP
0 0
Read Time:3 Minute, 46 Second

Retconomynow.comJakarta, 20 November 2025Vonis Eks Dirut ASDP Ferry, Ira Puspadewi, telah dijatuhkan hari ini oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tersebut menerima hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hukuman denda ini dikenakan subsider 3 bulan kurungan. Hakim menyatakan, Ira terbukti bersalah dalam kasus korupsi. Kasus ini melibatkan proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) selama periode 2019 hingga 2022.

“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” ujar hakim ketua Sunoto saat membacakan amar putusan. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025). Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut 8,5 tahun penjara. Kasus ini menandai penegasan pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


Kerugian Negara dan Keterlibatan dalam Akuisisi PT JN

Majelis hakim menilai, Ira Puspadewi terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun. Proses akuisisi PT JN oleh PT ASDP menyebabkan kerugian ini. Nilai Rp 1,25 triliun tersebut ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara.

Meskipun demikian, Ira dinilai majelis hakim tidak menerima keuntungan pribadi dari kerugian negara. Oleh karena itu, Ira tidak dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti. Putusan ini menjadi sorotan. Putusan membedakan antara pelaku yang memperkaya orang lain dengan pelaku yang memperkaya diri sendiri dalam kasus korupsi.

Vonis Eks Dirut ASDP dan Pejabat Lainnya

Perkara korupsi ini juga menjerat dua pejabat ASDP lainnya. Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, juga divonis bersalah. Keduanya masing-masing menerima hukuman 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta. Denda ini dikenakan subsider 3 bulan penjara.

Perbuatan ketiga terdakwa ini melanggar dakwaan alternatif kedua. Mereka melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Modus Korupsi: Akuisisi Aset Rusak PT JN

Sebelumnya, Jaksa KPK mendakwa Ira, Yusuf, dan Harry menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 1,25 triliun. Kerugian ini bersumber dari pembelian kapal-kapal yang sudah rusak dan karam milik PT JN. Pembelian kapal ini menjadi salah satu syarat agar PT JN dapat ASDP akuisisi. Jelasnya, PT ASDP membeli aset yang secara teknis tidak layak beroperasi dan tidak ekonomis.

Jaksa menjelaskan bahwa proses pembelian tersebut bermasalah sejak tahap awal due diligence. “Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (PT BKI), terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi,” jelas jaksa. Kapal yang bermasalah tersebut adalah KMP Marisa Nusantara. Kapal ini memiliki status, kelas, dan sertifikat perhubungan yang telah tidak berlaku. Selain itu, kapal lain, KMP Jembatan Musi II, berada dalam kondisi karam saat tim inspeksi memeriksanya. Kondisi kapal yang karam ini seharusnya menjadi penanda merah yang menyebabkan akuisisi batal.

Implikasi Hukum dan Tata Kelola BUMN Pasca Vonis Eks Dirut ASDP

Vonis Eks Dirut ASDP ini mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh pejabat BUMN. Sinyal ini mengenai pentingnya tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance atau GCG). Pengadilan Tipikor menegaskan bahwa proses akuisisi yang melibatkan dana negara harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan transparansi. Keputusan manajemen untuk tetap melanjutkan akuisisi, meskipun laporan due diligence menunjukkan masalah besar, dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang.

Dampak kerugian Rp 1,25 triliun ini sangat besar. Angka ini setara dengan kerugian negara akibat aset yang dibeli ternyata tidak dapat digunakan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu, putusan ini menjadi pelajaran penting. Meskipun niat awal akuisisi adalah untuk ekspansi BUMN, pelanggaran prosedur dan penilaian aset akan tetap berkonsekuensi hukum.

Respons Industri dan Langkah Hukum Selanjutnya Kasus Korupsi

Keputusan Majelis Hakim ini, meskipun lebih ringan dari tuntutan jaksa, menunjukkan komitmen penegak hukum memberantas korupsi di sektor BUMN. Namun demikian, jaksa KPK memiliki waktu untuk mempertimbangkan langkah banding. Demikian pula, pihak terdakwa, melalui kuasa hukumnya, dapat mengajukan upaya hukum banding. Mereka bisa mengajukan banding jika merasa putusan majelis hakim tidak adil.

Kasus korupsi yang menimpa pucuk pimpinan perusahaan pelayaran negara ini menjadi pengingat kritis. Akibatnya, BUMN perlu memperkuat pengawasan internal. Mereka harus memastikan setiap keputusan strategis melibatkan pengawas internal dan eksternal yang independen. Peran komisaris, sebagai pengawas direksi, juga harus lebih proaktif dalam mendeteksi potensi risiko kerugian negara. Jadi, putusan ini bukan akhir, melainkan awal dari proses pembersihan dan perbaikan tata kelola di sektor logistik dan transportasi laut nasional.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %