Era Baru Ibadah Umrah: UU Haji Baru Sahkan Umrah Mandiri, Ini 5 Syaratnya

umrah mandiri
0 0
Read Time:3 Minute, 54 Second

Retconomynow.com – 26 Oktober 2025 – Sebuah era baru dalam penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia telah resmi dimulai. Faktanya, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah kini secara legal mengizinkan praktik umrah mandiri. Artinya, masyarakat tidak lagi diwajibkan untuk berangkat melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau travel agent. Langkah revolusioner ini, yang termaktub dalam UU hasil revisi, memberikan alternatif baru bagi jemaah. Namun, kebebasan ini datang dengan serangkaian persyaratan ketat yang harus dipenuhi untuk menjamin keamanan dan ketertiban.

Apa Sebenarnya Umrah Mandiri Itu?

Selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia yang ingin menunaikan ibadah umrah harus melalui jalur tunggal, yaitu mendaftar ke PPIU yang terdaftar resmi di Kementerian Agama. Akan tetapi, UU yang baru kini membuka dua opsi tambahan. Pasal 86 ayat (1) dalam beleid baru tersebut berbunyi:

“Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri.”

Opsi “secara mandiri” inilah yang menjadi terobosan utama. Secara sederhana, umrah mandiri memungkinkan seorang jemaah untuk merencanakan dan melaksanakan perjalanannya sendiri. Mulai dari memesan tiket pesawat, mengajukan visa, hingga membeli paket layanan akomodasi dan transportasi di Arab Saudi secara langsung. Praktik ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang semakin membuka akses bagi peziarah global melalui platform digital seperti Nusuk.

Bukan Tanpa Aturan: Inilah 5 Syarat Wajib untuk Umrah Mandiri

Meskipun memberikan kebebasan, pemerintah tidak melepas tanggung jawab begitu saja. Justru, untuk melindungi jemaah dari risiko penipuan atau masalah di luar negeri, UU baru ini menyisipkan Pasal 87A yang mengatur lima persyaratan wajib bagi pelaku umrah mandiri.

  1. Beragama Islam: Syarat fundamental dan utama bagi siapa pun yang ingin menunaikan ibadah umrah.
  2. Paspor yang Masih Berlaku: Jemaah harus memiliki paspor yang masa berlakunya minimal 6 bulan dari tanggal keberangkatan. Ini adalah standar internasional perjalanan ke luar negeri.
  3. Tiket Pesawat Pulang-Pergi: Jemaah wajib memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi yang sudah jelas tanggal keberangkatan dan kepulangannya (return ticket). Persyaratan ini penting untuk memastikan jemaah tidak melebihi masa tinggal (overstay) dan memiliki rencana perjalanan yang pasti.
  4. Surat Keterangan Sehat: Jemaah harus melampirkan surat keterangan sehat dari dokter. Hal ini bertujuan untuk memastikan jemaah dalam kondisi fisik yang prima untuk menjalankan rangkaian ibadah.
  5. Visa dan Bukti Pembelian Paket Layanan: Ini adalah syarat paling krusial. Jemaah harus sudah memiliki visa umrah yang sah. Selain itu, mereka juga wajib menunjukkan tanda bukti pembelian paket layanan (seperti hotel dan transportasi) dari penyedia layanan di Arab Saudi. Yang terpenting, pembelian ini harus dilakukan melalui Sistem Informasi Kementerian yang terpusat.

Perlindungan Jemaah dan Hak untuk Melapor

Selain memberikan syarat, UU baru ini juga memberikan payung hukum dan perlindungan bagi jemaah umrah mandiri. Pasal 88A secara spesifik mengatur dua hak fundamental yang dimiliki oleh jemaah.

Pertama, jemaah berhak memperoleh layanan yang sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah disepakati. Artinya, jika seorang jemaah membeli paket hotel bintang 5 melalui sistem, maka penyedia layanan di Arab Saudi wajib memberikan fasilitas sesuai dengan yang dijanjikan. Jika terjadi wanprestasi, perjanjian tertulis ini menjadi bukti hukum yang kuat.

Kedua, jemaah berhak melaporkan segala bentuk kekurangan dalam pelayanan kepada Menteri. Dengan demikian, pemerintah Indonesia tetap memiliki fungsi pengawasan dan dapat menindaklanjuti keluhan jemaah, meskipun mereka berangkat secara mandiri. Mekanisme ini diharapkan dapat meminimalisir praktik penipuan oleh penyedia layanan abal-abal.

Konteks Lebih Luas: Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah

Pengesahan umrah mandiri ini hanyalah salah satu dari beberapa perubahan fundamental dalam UU baru. Salah satu poin terpenting lainnya adalah peningkatan status kelembagaan. Badan Penyelenggara (BP) Haji yang selama ini berada di bawah Kementerian Agama, akan ditingkatkan statusnya menjadi sebuah kementerian tersendiri, yaitu Kementerian Haji dan Umrah.

“Panja Komisi VIII DPR RI dan panja pemerintah Republik Indonesia bersepakat, satu, kelembagaan penyelenggara berbentuk Kementerian Haji dan Umrah,” ujar Ketua Panja, Marwan Dasopang. Menurutnya, kementerian baru ini akan berfungsi sebagai “satu atap” atau one-stop service. “Semua yang terkait dengan penyelenggaraan haji akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Haji dan Umrah,” sambungnya. Langkah ini diharapkan dapat memangkas birokrasi dan membuat pengelolaan haji serta umrah menjadi jauh lebih efisien.

Visi di Balik Perubahan: Peningkatan Pelayanan dan Adaptasi Global

DPR dan pemerintah mengesahkan revisi UU ini pada 26 Agustus 2025 lalu. Ketua Komisi VIII DPR menegaskan bahwa perubahan ini adalah upaya komprehensif untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi jemaah. Tujuannya untuk memperbaiki semua aspek, mulai dari akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga pelayanan kesehatan, baik di Makkah, Madinah, maupun saat puncak haji.

Lebih dari itu, UU yang baru ini dirancang agar lebih adaptif terhadap perkembangan dan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang sangat dinamis. Dengan adanya payung hukum untuk umrah mandiri, misalnya, Indonesia kini lebih siap menghadapi era digitalisasi pariwisata religi yang sedang digalakkan oleh Arab Saudi. Pada akhirnya, semua perubahan ini bermuara pada satu tujuan: memberikan pelayanan terbaik dan perlindungan maksimal bagi setiap warga negara Indonesia yang bertamu ke Baitullah.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %