Retconomynow.com – 21 Oktober 2025 – Langkah mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong lapor hakim ke Komisi Yudisial (KY) kini memasuki babak baru yang lebih serius. Ia menegaskan bahwa tindakannya ini bukanlah demi kepentingan pribadi. Sebaliknya, ini adalah sebuah perjuangan untuk memastikan tidak ada lagi pembiaran terhadap kejanggalan dalam sistem peradilan Indonesia. Didampingi tim penasihat hukumnya, pria yang akrab disapa Tom Lembong ini memberikan keterangan tambahan kepada KY. Selain itu, ia berharap langkahnya ini dapat memicu semangat pembenahan dan memperkuat akuntabilitas di lembaga yudikatif.
“Tidak Bisa Ada Pembiaran”: Pesan Keras dari Gedung KY
BACA JUGA : Jejak Korupsi CSR: KPK Sita Mobil Mewah Terkait Legislator Heri Gunawan
Setelah memenuhi undangan KY untuk memberikan keterangan tambahan, Tom Lembong menyampaikan pesan yang sangat tegas. Menurutnya, setiap kali terjadi ketidakadilan atau kejanggalan dalam proses hukum, masyarakat tidak boleh tinggal diam. Ia menggunakan istilah “pembiaran” untuk menggambarkan sikap apatis yang dapat merusak sendi-sendi keadilan.
“Kembali lagi, kalau terjadi kejanggalan, penyimpangan, ketidakadilan, kita tidak bisa melakukan yang kami istilahkan, pembiaran,” kata Tom di Gedung KY, Jakarta, pada hari Selasa. “Jadi harus ada akuntabilitas.” Oleh karena itu, ia sangat mengapresiasi respons cepat dari Komisi Yudisial. Faktanya, KY telah menindaklanjuti laporannya dengan memanggilnya untuk memberikan keterangan lebih mendalam. Langkah ini ia pandang sebagai sebuah sinyal keseriusan dari KY dalam menjalankan fungsinya.
Dari Perkara Pribadi Menjadi Perjuangan untuk Sistem
BACA JUGA : BLT Tambahan 300 Ribu Cair Mulai Besok, Tepat di Momen 1 Tahun Pemerintahan Prabowo
Tom Lembong menegaskan bahwa perjuangannya kini telah melampaui urusan pribadinya. Meskipun laporan ini berawal dari vonis yang ia terima, tujuannya kini jauh lebih besar. Ia ingin memastikan bahwa sistem peradilan di Indonesia berjalan dengan adil dan transparan bagi semua orang.
“Bagi saya, ini sudah tidak lagi mengenai diri saya sendiri sebagai individu,” ujarnya. Justru, ia melihat proses ini sebagai sebuah kesempatan untuk berkontribusi dalam perbaikan sistem hukum. Dengan demikian, tindak lanjut dari KY ini menjadi langkah penting. Sebuah langkah untuk memperkuat akuntabilitas dan mengembalikan kepercayaan publik. “Kami berharap semua ini bisa terlaksana dalam suasana kondusif dan dengan semangat berbenah,” pungkasnya.
Respons Cepat Komisi Yudisial: Jadwal Pemeriksaan Hakim Ditetapkan
BACA JUGA : Rahasia Belajar Prabowo: Tetap Baca Buku di Era ChatGPT dan Waspadai Bahaya AI
Komisi Yudisial menunjukkan keseriusannya dalam menangani laporan ini. Setelah melakukan audiensi tertutup selama dua jam dengan Tom Lembong, KY secara resmi mengumumkan langkah berikutnya. Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menyatakan bahwa pihaknya telah mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari pelapor.
“Dari hasil pemeriksaan dengan pelapor tadi, kami mendapatkan informasi yang lebih mendalam,” kata Mukti. Akibatnya, KY meyakini perlu untuk segera menindaklanjuti dengan memeriksa pihak terlapor. Pihak terlapor itu adalah majelis hakim yang bersangkutan. Bahkan, KY telah mengirimkan surat panggilan resmi kepada ketiga hakim tersebut. “Undangan sudah, suratnya sudah kami kirim, dan insyaallah tanggal 28 kami akan memeriksa Hakim,” tegas Mukti.
Ia juga mengirimkan pesan publik kepada para hakim yang dilaporkan. Ia meminta mereka agar memperhatikan panggilan tersebut dan mempersiapkan diri. “Mohon perhatiannya kepada Pak Hakim yang terkait, mungkin nanti bisa menyiapkan waktunya untuk hadir di Komisi Yudisial,” ujarnya. Ketiga hakim yang dilaporkan adalah Dennie Arsan Fatrika selaku ketua majelis hakim, serta dua anggota majelis, Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan.
Konteks di Balik Langkah Tom Lembong Lapor Hakim
BACA JUGA : WNA Pimpin BUMN: Prabowo Umumkan Reformasi Radikal BUMN di Forum Global
Untuk memahami mengapa langkah Tom Lembong lapor hakim ini terjadi, kita perlu melihat kembali ke akar masalahnya. Laporan ini merupakan buntut dari putusan pengadilan dalam kasus dugaan korupsi terkait kebijakan importasi gula. Kasus ini terjadi saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Dalam perkara tersebut, majelis hakim yang kini dilaporkan ke KY menyatakan Tom Lembong bersalah dan menjatuhkan vonis pidana.
Sejak awal, putusan ini telah menuai kontroversi. Pihak Tom Lembong secara konsisten berargumen bahwa kebijakan yang ia ambil saat itu adalah sebuah diskresi kebijakan publik yang sah. Menurutnya, ia mengambil kebijakan itu untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan gula nasional. Akan tetapi, pengadilan memiliki pandangan yang berbeda. Pengadilan melihatnya sebagai sebuah tindakan yang merugikan negara. Perbedaan interpretasi antara kebijakan dan tindak pidana inilah yang menjadi inti dari sengketa hukum tersebut. Pada akhirnya, laporan ke Komisi Yudisial ini adalah upaya lanjutan dari Tom Lembong untuk mencari keadilan dari sisi etika dan perilaku hakim.
Implikasi Luas: Ujian bagi Akuntabilitas Peradilan Indonesia
BACA JUGA : Gelombang Protes “No Kings” Guncang Amerika, 7 Juta Orang Turun ke Jalan
Pada akhirnya, kasus ini lebih dari sekadar perseteruan antara seorang mantan menteri dengan tiga orang hakim. Ini adalah sebuah ujian penting bagi sistem pengawasan peradilan di Indonesia. Langkah Tom Lembong lapor hakim ini akan menguji sejauh mana Komisi Yudisial mampu secara independen dan transparan memeriksa laporan dari masyarakat. Terutama ketika terlapornya adalah aparat penegak hukum itu sendiri.
Keberhasilan KY dalam menangani kasus ini secara adil akan menjadi preseden penting. Jika mereka menemukan adanya penyimpangan, maka ini akan menjadi sinyal kuat bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Namun, jika laporan tersebut tidak terbukti, ini juga akan menjadi ajang bagi para hakim untuk membersihkan nama mereka. Dengan demikian, publik kini menanti dengan saksama bagaimana proses ini akan berjalan, sebagai sebuah barometer dari kesehatan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.
