Navigasi Badai Geopolitik: Strategi ASEAN Hadapi Konflik Global dan Peran Kunci Indonesia

strategi ASEAN hadapi konflik
0 0
Read Time:3 Minute, 44 Second

Retconomynow.com – 28 Oktober 2025 – Di tengah meningkatnya eskalasi konflik global dan persaingan sengit antara kekuatan-kekuatan besar, dunia kini menyoroti bagaimana kawasan Asia Tenggara merespons. Oleh karena itu, strategi ASEAN hadapi konflik menjadi sebuah studi kasus yang sangat penting. Faktanya, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai salah satu pemain kuncinya, terus berupaya menavigasi badai geopolitik ini. Mereka melakukannya dengan berpegang teguh pada prinsip diplomasi, netralitas, dan penguatan kerja sama regional. Namun, jalan yang mereka tempuh penuh dengan tantangan, baik dari dalam maupun dari luar.

Prinsip Utama: Menjaga Netralitas dan Sentralitas ASEAN

Fondasi utama dari strategi ASEAN hadapi konflik adalah sebuah doktrin yang telah lama mereka pegang: Sentralitas ASEAN (ASEAN Centrality). Pada dasarnya, prinsip ini menegaskan bahwa ASEAN harus menjadi poros atau pusat dari arsitektur keamanan dan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik. Alih-alih terseret menjadi arena proksi bagi persaingan antara Amerika Serikat dan China, ASEAN secara aktif memposisikan dirinya sebagai platform dialog yang netral dan inklusif bagi semua pihak.

Prinsip ini bukanlah sikap pasif. Justru, ini adalah sebuah strategi proaktif. ASEAN secara konsisten menolak untuk memihak (non-aligned). Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah ruang di mana semua kekuatan besar dapat bertemu dan berdialog secara konstruktif. Dengan demikian, ASEAN berharap dapat meredam potensi konflik terbuka dan menjaga stabilitas kawasan yang sangat penting bagi perekonomian global.

Peran Kunci Indonesia sebagai Jangkar Kawasan

Dalam upaya menjaga sentralitas tersebut, Indonesia secara de facto memainkan peran kepemimpinan. Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia secara konsisten menjadi jangkar dan motor penggerak diplomasi di kawasan. Salah satu kontribusi terbesar Indonesia adalah dengan memprakarsai dan terus mendorong implementasi ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP).

AOIP adalah kerangka kerja yang ASEAN tawarkan kepada dunia. Kerangka ini bertujuan untuk mengubah paradigma di Indo-Pasifik, dari yang tadinya berbasis persaingan menjadi berbasis kerja sama. Ada empat pilar utama dalam AOIP: kerja sama maritim, konektivitas, pembangunan berkelanjutan, dan kerja sama ekonomi. Melalui kerangka ini, Indonesia dan ASEAN mengajak semua negara, termasuk AS dan China, untuk fokus pada agenda-agenda positif yang saling menguntungkan, bukan pada pembangunan aliansi militer yang eksklusif.

Tantangan Ganda: Tekanan Eksternal dan Soliditas Internal

Meskipun idealisme ASEAN sangat kuat, realitas di lapangan tidaklah mudah. ASEAN kini menghadapi tantangan ganda yang menguji ketangguhan strateginya.

Tekanan dari Luar

Tantangan pertama datang dari luar. Persaingan strategis antara Amerika Serikat dan China semakin tajam. Di satu sisi, Washington terus berupaya memperkuat aliansi keamanannya di kawasan. Di sisi lain, Beijing juga semakin asertif dalam mengklaim pengaruhnya, terutama di Laut China Selatan. Akibatnya, tekanan bagi negara-negara ASEAN untuk “memilih pihak” menjadi semakin besar. Tentu saja, hal ini secara langsung menantang prinsip netralitas yang selama ini ASEAN junjung tinggi.

Ujian dari Dalam

Tantangan kedua datang dari dalam. Soliditas dan persatuan ASEAN sebagai sebuah blok sedang diuji secara serius, terutama dalam penanganan krisis di Myanmar. Setelah kudeta militer, ASEAN mengeluarkan Konsensus Lima Poin sebagai jalan keluar. Akan tetapi, implementasinya di lapangan berjalan sangat lambat. Perbedaan pendekatan di antara negara-negara anggota dalam menghadapi junta militer Myanmar menunjukkan adanya keretakan internal. Kelemahan ini, jika tidak segera diatasi, dapat dimanfaatkan oleh kekuatan luar untuk memecah belah ASEAN.

Ekonomi sebagai Senjata Diplomasi dalam Strategi ASEAN Hadapi Konflik

Salah satu pilar terpenting dalam strategi ASEAN hadapi konflik adalah penggunaan ekonomi sebagai “senjata” diplomasi. Logikanya sederhana: dengan menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan yang dinamis secara ekonomi dan menarik bagi investasi, semua kekuatan besar akan memiliki kepentingan (stake) untuk menjaga stabilitas di kawasan ini.

ASEAN secara aktif memperkuat integrasi ekonominya melalui berbagai perjanjian perdagangan bebas. Selain itu, kawasan ini terus mempromosikan dirinya sebagai pusat manufaktur dan rantai pasok global. Dengan menciptakan saling ketergantungan ekonomi (economic interdependence) antara AS, China, Jepang, Eropa, dan negara-negara lain, ASEAN berharap dapat meningkatkan “biaya” dari sebuah konflik. Pada akhirnya, tidak ada negara yang akan diuntungkan jika stabilitas ekonomi di Asia Tenggara terganggu.

Langkah Konkret Indonesia di Panggung Dunia

Indonesia tidak hanya berbicara di level regional. Pemerintah secara aktif menggunakan panggung-panggung global seperti PBB dan G20 untuk menyuarakan pentingnya multilateralisme dan penyelesaian sengketa secara damai. Dalam isu Laut China Selatan, misalnya, Indonesia secara konsisten mendorong penyelesaian Kode Etik (Code of Conduct) yang mengikat secara hukum antara ASEAN dan China. Langkah ini adalah upaya konkret untuk menciptakan aturan main yang jelas dan mencegah eskalasi konflik.

Pada akhirnya, strategi ASEAN hadapi konflik adalah sebuah maraton, bukan lari cepat. Ini adalah sebuah upaya diplomasi yang kompleks dan penuh tantangan. Namun, dengan Indonesia yang terus memainkan peran kepemimpinannya, harapan untuk menjaga Asia Tenggara sebagai “kawasan yang damai, bebas, dan netral” tetap menyala.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %