Ironi KPI Terdakwa Riva Siahaan: Ditugasi Turunkan Harga, Didakwa Perkaya Asing

Sidang Korupsi Riva Siahaan
0 0
Read Time:4 Minute, 18 Second

Retconomynow.com – 13 November 2025 – Sebuah ironi tajam terungkap dalam Sidang Korupsi Riva Siahaan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Di satu sisi, terdakwa Riva Siahaan (Eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga 2023-2025) memiliki Key Performance Indicator (KPI) resmi untuk menurunkan harga pengadaan impor. Namun di sisi lain, jaksa mendakwanya telah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya perusahaan minyak asing senilai jutaan dolar.

Fakta ini mengemuka saat Alfian Nasution (Dirut PT Pertamina Patra Niaga 2021-2023) hadir sebagai saksi, Kamis (13/11/2025). Alfian mengungkapkan rincian tugas yang ia berikan kepada Riva saat Riva masih menjabat bawahannya.

Testimoni Saksi: KPI Riva Adalah Optimasi Harga Impor

Alfian Nasution, yang merupakan atasan Riva saat dugaan peristiwa korupsi terjadi, memberikan kesaksian yang menjelaskan mandat resmi terdakwa. Alfian menegaskan bahwa ia secara spesifik memasukkan tugas negosiasi harga impor ke dalam KPI Riva Siahaan.

“Itu yang saya bilang tadi di KPI Pak Riva, kita ada kasih tugas beliau bahwasanya mereka harus bisa melakukan optimasi pengadaan impor di mana mendapatkan hasil impor yang lebih baik lagi,” ujar Alfian di hadapan majelis hakim.

Lebih lanjut, Alfian menjelaskan bahwa kewajiban negosiasi ini bukan hanya perintah lisan. Tugas itu juga tercantum jelas dalam Tata Kerja Organisasi (TKO) yang menjadi landasan kerja bagi setiap pejabat Pertamina. Mandatnya sederhana: mendapatkan harga serendah mungkin.

“Di TKO itu mereka masih diwajibkan negosiasi lagi bagaimana supaya harga itu turun lagi,” kata Alfian. Ia menekankan bahwa semua pejabat tinggi Pertamina, termasuk Riva, wajib secara proaktif berkomunikasi dan bernegosiasi untuk menekan harga beli komoditas, misalnya minyak mentah jenis tertentu.

“Jadi, memang mereka harus berkomunikasi dan bernegosiasi untuk turunkan harga. Substansinya adalah bagaimana mereka bisa menurunkan harga,” lanjut Alfian. Proses negosiasi ini, menurut Alfian, bisa berlangsung secara informal (“tidak kaku harus di kantor”) selama hasil akhirnya menguntungkan perusahaan dan tercatat resmi melalui email perusahaan.

Kontradiksi Dakwaan Jaksa dalam Sidang Korupsi Riva Siahaan

Kesaksian Alfian tentang adanya KPI untuk menekan harga ini kontras tajam dengan surat dakwaan yang jaksa bacakan pada sidang sebelumnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru menuduh Riva melakukan kebalikannya.

Jaksa mendakwa Riva telah memperkaya dua perusahaan minyak raksasa asal Singapura secara melawan hukum. Kedua perusahaan itu adalah BP Singapore Oil Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd. Dugaan korupsi ini terkait dalam pengadaan atau impor BBM jenis gasoline RON 90 (Pertalite) dan RON 92 (Pertamax).

Dalam dakwaan yang dibacakan Kamis (9/10/2025), jaksa merinci aliran keuntungan ilegal tersebut.

  • “Telah memperkaya BP Singapore dalam pengadaan gasoline 90 H1 2023 sebesar 3.651.000 Dolar AS (setara Rp 60,4 Miliar),” kata jaksa.
  • “Memperkaya BP Singapore dalam pengadaan gasoline 92 H1 2023 sebesar 745.493,31 Dolar Singapura.”

Sementara itu, jaksa juga menyebut Sinochem International Oil (Singapore) turut diperkaya dalam kasus ini. Total kerugian negara akibat perbuatan Riva dan rekan-rekannya dalam dakwaan ini mencapai 5.740.532,61 Dolar AS.

Menguak Modus Pengaturan Lelang di Balik Sidang Korupsi Riva Siahaan

Lantas, bagaimana bisa seseorang dengan KPI menekan harga, justru didakwa memperkaya pemasok? Dakwaan jaksa mengungkap adanya dugaan kolusi terstruktur.

Jaksa menyebutkan bahwa Sidang Korupsi Riva Siahaan (satu-satunya frasa bold di isi artikel) ini bermula saat Riva masih menjabat Direktur Pemasaran PT Pertamina Patra Niaga (2021-2023). Riva diduga telah menyetujui usulan dari bawahannya.

Anak buah Riva saat itu, Maya Kusuma (VP Trading and Other Business), diduga mengusulkan hasil pelelangan khusus gasoline RON 90 dan RON 92. Usulan itu secara spesifik telah mengunci nama BP Oil Singapore Pte Ltd dan Sinochem Oil Singapore Pte Ltd sebagai calon pemenang tender.

Menurut jaksa, kedua perusahaan asing itu bisa memenangi lelang setelah mendapat perlakuan istimewa (special treatment). Perlakuan ini diduga diberikan oleh bawahan Riva lainnya, Edward Corne (Manajer Impor dan Ekspor Produk Trading). Riva, dalam kapasitasnya sebagai Direktur, lalu menyetujui usulan yang sudah diatur tersebut.

Analisis: Pertarungan Tipis Antara Negosiasi dan Kolusi

Persidangan ini kini menjadi ajang pembuktian yang rumit. Di satu sisi, tim pembela Riva kemungkinan akan menggunakan kesaksian Alfian sebagai dasar pembelaan. Mereka dapat berargumen bahwa Riva hanya menjalankan tugas dan KPI-nya untuk bernegosiasi, termasuk melakukan komunikasi informal seperti yang saksi singgung.

Di sisi lain, jaksa harus membuktikan bahwa komunikasi dan tindakan Riva bukanlah “negosiasi” untuk menekan harga. Jaksa harus membuktikan bahwa itu adalah “kolusi” yang disengaja bersama Maya Kusoma dan Edward Corne untuk mengatur pemenang lelang sebelum lelang dilakukan.

Fakta bahwa Riva akhirnya mendapat promosi menjadi Direktur Utama (2023-2025) sebelum akhirnya menjadi terdakwa menambah kompleksitas kasus ini. Publik kini menanti apakah Riva mampu membuktikan bahwa ia adalah korban dari sistem bawahan yang bermain, atau justru ia adalah otak intelektual di balik kerugian negara yang sangat besar.

Total Kerugian Negara dalam Sidang Korupsi Riva Siahaan

Kerugian negara sebesar 5,7 juta Dolar AS yang disebutkan tadi ternyata hanyalah sebagian kecil dari skandal yang lebih besar. Dalam konteks dakwaan yang lebih luas, jaksa menyebut kerugian tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara yang jauh lebih fantastis.

Total kerugian negara dalam perkara ini seluruhnya mencapai 2.732.816.820,63 Dolar AS (2,7 Miliar Dolar AS) dan ditambah Rp 25.439.881.674.368,30 (Rp 25,4 Triliun). Angka astronomis ini menjadikan kasus ini salah satu dugaan korupsi terbesar di sektor energi Indonesia. Persidangan ini pun masih akan terus berlanjut untuk mengungkap fakta sebenarnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %