Retconomynow.com – 31 Oktober 2025 – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI hari ini memastikan bahwa proses sidang etik Sahroni dkk akan segera digelar. Langkah ini merupakan babak baru dalam penanganan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh lima anggota DPR yang sebelumnya telah dinonaktifkan oleh fraksi masing-masing. Mereka adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Nasdem, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, serta Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN. Keputusan ini diambil setelah MKD menilai semua laporan yang masuk telah memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap persidangan.
Lampu Hijau dari Rapat Internal MKD
Kepastian mengenai kelanjutan proses ini datang setelah MKD menggelar rapat internal pada Rabu (29/10). Dalam rapat tersebut, para anggota MKD membahas perkembangan laporan yang masuk serta meninjau surat-surat resmi dari berbagai pihak terkait. Hasilnya, MKD secara kolektif menyetujui penanganan lanjutan.
Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, mengonfirmasi hal ini. “Menyetujui penanganan lanjutan terhadap beberapa anggota DPR RI berstatus nonaktif,” katanya dalam keterangan tertulis. Menurut Dek Gam, kelima perkara tersebut telah terdaftar secara resmi dengan nomor yang berbeda. Oleh karena itu, MKD menilai semua perkara tersebut telah memenuhi ketentuan tata beracara yang berlaku. Dengan demikian, tidak ada lagi halangan untuk membawanya ke tahap persidangan etik. “Rapat ditutup dengan penegasan bahwa MKD akan terus menjalankan tugas konstitusionalnya,” ujar Dek Gam.
Latar Belakang Kasus: Gelombang Penonaktifan Usai Demo Agustus
Untuk memahami mengapa sidang etik Sahroni dkk ini terjadi, kita perlu melihat kembali ke belakang, ke periode akhir Agustus 2025. Saat itu, gelombang demonstrasi besar-besaran yang berujung kericuhan melanda sejumlah kota. Publik meluapkan kemarahan dan kritik tajam terhadap institusi DPR. Di tengah situasi sosial yang memanas inilah, beberapa anggota dewan justru mengeluarkan pernyataan atau melakukan tindakan yang dianggap tidak sensitif. Akibatnya, partai-partai politik mereka mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan kader-kadernya dari keanggotaan di DPR.
Duo Nasdem: Sahroni dan Nafa Urbach
Dua nama pertama datang dari Partai Nasdem. Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dinonaktifkan secara resmi pada 1 September 2025. Pemicunya adalah pernyataan publik mereka yang menuai badai kritik. Sahroni, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III, menyebut usulan pembubaran DPR sebagai “pendapat orang tolol”. Tidak hanya itu, ia juga mendukung penangkapan anak-anak di bawah umur yang ikut serta dalam unjuk rasa. Pernyataannya ini dianggap arogan dan anti-kritik.
Sementara itu, Nafa Urbach dikritik habis-habisan karena mencoba membela usulan kenaikan tunjangan DPR. Secara kontroversial, ia menggunakan alasan kemacetan parah dari rumahnya di Bintaro menuju Kompleks Parlemen Senayan sebagai justifikasi. Bagi publik, alasan ini terdengar sangat tidak berempati di tengah kesulitan ekonomi yang banyak dirasakan masyarakat.
Goyang PAN: Eko Patrio dan Uya Kuya
Gelombang penonaktifan berikutnya datang dari Partai Amanat Nasional (PAN). Dua kadernya yang juga berlatar belakang selebritas, Eko Patrio dan Uya Kuya, dinonaktifkan pada hari yang sama. Kasus mereka berbeda. Keduanya menuai kecaman setelah video mereka yang sedang asyik berjoget sesaat setelah Sidang Tahunan MPR 2025 viral di media sosial. Tindakan ini dinilai tidak pantas dan tidak menunjukkan rasa hormat terhadap forum kenegaraan yang sakral.
Bukannya mereda, situasi justru semakin memburuk. Di tengah kritik publik yang deras, Eko Patrio malah mengunggah video yang menirukan aksi “soundhoreg”. Tindakan ini dilihat oleh masyarakat sebagai bentuk cemoohan dan arogansi, menunjukkan bahwa ia tidak merasa bersalah. Oleh karena itu, PAN mengambil langkah tegas untuk menonaktifkan keduanya.
Golkar Bertindak: Kasus Adies Kadir
Tak berselang lama, Partai Golkar turut mengambil langkah serupa. Mereka menonaktifkan salah satu politisi seniornya yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir. Sama seperti Nafa Urbach, kasus Adies juga terkait dengan pernyataannya tentang kenaikan tunjangan DPR. Ia dianggap memberikan data yang menyesatkan dan tidak akurat kepada publik, yang semakin memantik kemarahan. Meskipun Adies kemudian secara terbuka mengakui bahwa data yang ia sampaikan keliru dan menyampaikan permintaan maaf, tekanan publik sudah terlalu besar. Golkar pun memutuskan untuk menonaktifkannya.
Proses di Depan Mata: Apa yang Akan Terjadi di Sidang MKD?
Dengan keputusan MKD untuk melanjutkan proses ini, sidang etik Sahroni dkk akan segera dijadwalkan. Dalam sidang nanti, MKD memiliki kewenangan penuh untuk memeriksa semua pihak. Mereka akan memanggil para anggota dewan yang diadukan untuk dimintai keterangan. Selain itu, pihak pelapor juga akan dihadirkan. MKD juga akan memeriksa semua bukti-bukti yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik, termasuk rekaman video dan kliping berita.
Jika terbukti melanggar, sanksi yang bisa dijatuhkan bervariasi. Sanksi bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemindahan ke komisi lain, hingga sanksi terberat berupa pemberhentian sebagai anggota DPR.
Ujian bagi Institusi DPR
Pada akhirnya, sidang etik Sahroni dkk ini lebih dari sekadar mengadili lima individu. Justru, ini adalah sebuah ujian besar bagi kredibilitas dan kehormatan institusi DPR itu sendiri. Publik akan mengawasi dengan saksama, apakah MKD akan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai penjaga marwah dewan, ataukah sidang ini hanya akan menjadi sebuah formalitas. Hasil dari proses ini akan menjadi preseden penting dan akan sangat menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap wakil-wakil mereka di Senayan.
