Putusan MA Tendang PIK 2 dari PSN: Analisis Lengkap Cacat Hukum di Baliknya

Putusan MA
0 0
Read Time:3 Minute, 23 Second

Retconomynow.com – 14 Oktober 2025 – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengambil sebuah langkah tegas. Mereka secara resmi mencoret proyek raksasa Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Keputusan ini bukanlah manuver politik. Sebaliknya, ini adalah sebuah kepatuhan hukum terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Pemerintah menuangkan pencoretan ini ke dalam Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 16 Tahun 2025. Di jantung keputusan ini terdapat sebuah Putusan MA bernomor 12 P/HUM/2025. Putusan ini menjadi preseden penting yang mengungkap adanya cacat hukum dalam proses penetapan proyek tersebut.

Latar Belakang: Gugatan yang Mengubah Arah Proyek Raksasa

Kisah ini bermula pada awal tahun 2025. Saat itu, organisasi Pemuda Cendekiawan Muslim Indonesia (Pemuda ICMI) melayangkan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung. Objek gugatan mereka adalah Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024. Peraturan inilah yang pada masanya secara resmi memasukkan proyek PIK 2 ke dalam daftar PSN. Pemuda ICMI berargumen bahwa proses penetapan tersebut cacat prosedur. Selain itu, mereka menilai proyek ini berpotensi menabrak peraturan perundang-undangan. Gugatan inilah yang pada akhirnya menjadi pemicu lahirnya Putusan MA yang bersejarah tersebut.

Membedah Aspek Sosiologis: Ketiadaan Partisipasi Publik

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung pertama-tama menyoroti aspek sosiologis. Setiap kebijakan publik yang baik memiliki pilar utama. Pilar itu adalah transparansi dan partisipasi masyarakat yang bermakna. Namun, dalam kasus PIK 2, Mahkamah Agung tidak menemukan adanya bukti pemenuhan syarat ini. Tidak ada ruang dialog yang pemerintah buka bagi publik. Akademisi maupun organisasi masyarakat sipil tidak diberi kesempatan memberi masukan atau kritik.

MA menilai ketiadaan partisipasi publik ini membuat aspek sosiologis tidak terpenuhi. Faktanya, kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak bisa diputuskan secara sepihak. Apalagi jika kebijakan itu berdampak besar pada lingkungan. Argumen ini menjadi pukulan telak pertama yang mementahkan keabsahan penetapan PSN untuk PIK 2.

Cacat Yuridis: Kunci Utama Pembatalan Status PSN

Argumen paling kuat dalam Putusan MA ini terletak pada aspek yuridis atau hukum. Mahkamah Agung menemukan serangkaian pelanggaran prosedur yang fatal.

Pertama, ketiadaan dokumen hasil evaluasi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021 memiliki amanat tegas. Setiap perubahan daftar PSN harus melalui proses evaluasi yang komprehensif. Hasil evaluasi ini harus terdokumentasi dengan baik. Meskipun pemerintah menunjukkan adanya surat persetujuan presiden, MA tidak menemukan dokumen hasil evaluasi. Artinya, persetujuan presiden terbit tanpa didasari kajian teknis, ekonomi, dan lingkungan yang seharusnya menjadi syarat mutlak.

Kedua, dan yang paling krusial, adalah masalah kawasan hutan lindung. Mahkamah Agung tidak menemukan adanya bukti surat pelepasan kawasan hutan lindung dari KLHK. Menetapkan sebuah proyek di atas lahan yang masih berstatus hutan lindung adalah pelanggaran hukum serius. Dengan demikian, MA menilai bahwa penetapan PSN ini berpotensi menabrak berbagai undang-undang yang berlaku.

Amar Putusan MA dan Konsekuensi Hukumnya

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Mahkamah Agung mengambil sikap yang tegas. Dalam amar putusannya, MA menyatakan sesuatu yang jelas. Peraturan Menko Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024 secara substansi terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, peraturan tersebut harus dinyatakan tidak sah. Peraturan itu juga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Memerintahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian… untuk mencabut Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian… tentang Proyek Pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland,” demikian bunyi salah satu poin krusial dalam Putusan MA tersebut. Perintah pencabutan inilah yang kemudian pemerintah eksekusi melalui penerbitan Permenko Perekonomian Nomor 16 Tahun 2025.

Implikasi Luas: Wajah Baru Pengawasan Proyek Strategis Nasional

Pencoretan PIK 2 dari daftar PSN ini memiliki implikasi yang sangat luas. Bagi pengembang PIK 2, putusan ini membawa konsekuensi besar. Mereka kehilangan berbagai kemudahan dan privilese dari status PSN. Contohnya, percepatan perizinan, kemudahan pengadaan lahan, dan potensi dukungan fiskal. Proyek ini kini harus berjalan mengikuti prosedur normal seperti proyek swasta lainnya.

Bagi pemerintah, Putusan MA ini menjadi sebuah pelajaran berharga. Ini menunjukkan bahwa proses penetapan PSN bukanlah sebuah kewenangan absolut. Proses ini tidak kebal dari pengawasan yudisial. Di masa depan, pemerintah harus memastikan setiap usulan PSN benar-benar melalui kajian yang matang. Prosesnya juga harus transparan dan mematuhi semua prosedur hukum. Pada akhirnya, kasus ini adalah sebuah kemenangan bagi supremasi hukum dan masyarakat sipil. Ini membuktikan bahwa mekanisme kontrol dan keseimbangan dalam demokrasi Indonesia berjalan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %