Retconomynow.com – (6 November 2025) — Ketua DPR RI, Puan Maharani, menceritakan secara terbuka mengenai beratnya beban dan kompleksitas dalam memimpin lembaga legislatif. Tugas Puan Maharani Ketua DPR ini diakuinya sangat berat, sebab dirinya harus menjaga dinamika internal dari total delapan fraksi di DPR. Menurutnya, politik bukanlah matematika sederhana, melainkan sebuah seni mengelola berbagai kepentingan yang seringkali berseberangan.
Puan menceritakan pengalamannya ini saat menggelar acara bersama para peserta Parlemen Remaja di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (6/11/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia memberikan pandangan mendalam tentang realitas politik di balik layar. “Namanya politik itu tidak bisa mau-maunya sendiri,” ujar Puan. Ia melanjutkan, “Namun dalam berpolitik itu kita juga harus bisa melihat semua kepentingan, yang mana kepentingan itu nanti ujungnya harus kita samakan adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.”
Seni Mengelola Dinamika 8 Fraksi di Senayan
Sebagai pimpinan DPR, Puan Maharani berada di posisi unik yang mengharuskannya menjadi penengah bagi 575 anggota dewan. Para anggota ini terbagi ke dalam delapan fraksi partai politik yang berbeda. Setiap fraksi, tentu saja, membawa agenda, ideologi, dan kepentingan konstituen serta arahan partai masing-masing. Fraksi-fraksi yang berada dalam koalisi pemerintah mungkin memiliki pandangan yang sejalan dalam beberapa isu. Akan tetapi, fraksi-fraksi dari luar pemerintahan seringkali mengambil posisi yang kritis dan berseberangan.
Puan menjelaskan bahwa dinamika di DPR bisa naik turun dengan sangat cepat, tergantung pada isu yang sedang dibahas. Isu-isu strategis seperti undang-undang kontroversial atau anggaran negara seringkali memicu perdebatan yang panas. Di sinilah letak beban seorang pimpinan. Ia harus memastikan bahwa setiap fraksi mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbicara, namun di saat yang sama, ia juga harus memastikan bahwa proses legislasi tetap berjalan dan tidak mandek (deadlock).
Ia menegaskan bahwa dalam situasi seperti ini, kompromi melalui musyawarah harus selalu didahulukan untuk mencari jalan tengah. Proses inilah yang seringkali tidak terlihat oleh publik, namun memakan energi politik yang sangat besar.
‘Politik Tidak Bisa Dihitung 1+1’
Metafora utama yang Puan gunakan untuk menggambarkan kompleksitas tugasnya adalah bahwa politik bukanlah hitung-hitungan matematika. “Politik itu memang dinamis, politik itu memang harus betul-betul enggak bisa dihitung satu tambah satu, kadang-kadang harus ada tengahnya,” sambung Puan.
Pernyataan ini menggarisbawahi sifat politik yang cair dan penuh negosiasi. Dalam matematika, 1+1 mutlak menghasilkan 2. Namun dalam politik, 1+1 bisa saja menjadi 1,5 (kompromi), 3 (koalisi yang menghasilkan kekuatan lebih besar), atau bahkan 0 (kebuntuan total). Puan mencoba menjelaskan kepada para Parlemen Remaja bahwa memaksakan kehendak berdasarkan mayoritas angka semata bukanlah cara berpolitik yang bijak di Indonesia.
Sebagai pimpinan, ia tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan mayoritas koalisi pendukung pemerintah. Ia harus merangkul semua pihak, mendengar aspirasi minoritas, dan mencari titik temu yang bisa diterima oleh sebanyak mungkin fraksi. Proses mencari “tengahnya” inilah yang ia sebut sebagai inti dari dinamika politik yang sesungguhnya. Ini adalah seni negosiasi, lobi, dan kompromi yang tidak bisa diukur dengan rumus pasti.
Pentingnya Menjaga ‘Dapur’ DPR Tetap Kondusif
Selain mengelola dinamika internal, Puan Maharani Ketua DPR juga menyoroti pentingnya manajemen citra institusional. Ia secara terbuka mengakui bahwa di dalam “dapur” parlemen, dinamika bisa berlangsung sangat keras. Perbedaan pendapat yang tajam dan perdebatan alot adalah hal yang lumrah terjadi dalam rapat-rapat internal.
Namun, ia memiliki satu prinsip teguh. “Secara internal kami juga punya dinamika yang harus kita selesaikan namun jangan sampai kemudian dinamika itu terlihat keras di depan publik,” tuturnya. Bagi Puan, menjaga agar “dapur” tidak terlihat berantakan oleh publik adalah kunci untuk menjaga marwah dan kehormatan lembaga DPR.
Dalam pandangannya, masyarakat tidak perlu melihat proses perdebatan yang terlalu panas. Yang terpenting adalah hasil akhir atau kompromi yang dicapai demi kepentingan bangsa. Jika publik terlalu sering disuguhkan drama politik, walk-out, atau debat kusir yang tidak produktif, kepercayaan mereka terhadap lembaga legislatif akan semakin tergerus. Oleh karena itu, menjaga kondusivitas di ruang sidang paripurna dan dalam pernyataan publik adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai pimpinan.
Pesan Puan Maharani untuk Generasi Muda: Jangan Antipolitik
Di bagian akhir sesinya, Puan Maharani Ketua DPR menyampaikan pesan khusus kepada para peserta Parlemen Remaja dan generasi muda Indonesia pada umumnya. Ia mengajak mereka untuk tidak bersikap antipolitik atau sinis terhadap proses politik yang ada di negara. Puan memahami bahwa banyak anak muda mungkin merasa skeptis melihat perilaku politisi atau drama yang terjadi.
Namun, ia menegaskan bahwa perubahan dan pembangunan bangsa justru membutuhkan keterlibatan aktif dari generasi penerus. Satu-satunya cara untuk memperbaiki sistem adalah dengan masuk ke dalam sistem itu sendiri.
“Jadi belajar yang benar dan nanti pada waktunya ayo kalau mau masuk ke politik, terserah mau di partai politik mana saja, tapi jangan pernah anti politik,” tegasnya. “Karena membangun bangsa dan negara itu perlu orang-orang yang ada di lembaga politik,” imbuh Puan.
Pesannya jelas: sinisme dari luar tidak akan menghasilkan perubahan kebijakan. Untuk membangun bangsa, Indonesia membutuhkan anak-anak muda yang cerdas, berintegritas, dan mau berjuang di dalam lembaga-lembaga politik, baik itu eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Pidatonya ini dapat dilihat sebagai sebuah ajakan kaderisasi politik secara luas bagi generasi Z untuk mempersiapkan diri mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan di masa depan.
