China Jawab Isu Proyek Whoosh yang Disebut Luhut “Busuk”

Proyek Whoosh
0 0
Read Time:3 Minute, 34 Second

Retconomynow.com – 25 Oktober 2025 – Pemerintah China akhirnya buka suara. Mereka menanggapi polemik panas yang kembali menyelimuti Proyek Whoosh di Indonesia. Pernyataan ini datang setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek. Selain itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Pandjaitan secara blak-blakan menyebut proyek ini “busuk”. Melalui juru bicaranya, Beijing mencoba menenangkan situasi. Mereka menegaskan bahwa manfaat proyek ini harus dilihat secara komprehensif, bukan hanya dari angka-angka keuangan.

Jawaban Diplomatik Beijing: Imbal Hasil Komprehensif vs Angka Finansial

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyampaikan pernyataan resmi pada Senin (20/10) lalu. Ia menekankan bahwa sejak awal, pemerintah kedua negara telah menjalin komunikasi dan koordinasi yang erat. Menurutnya, koordinasi ini mencakup semua aspek, termasuk penilaian investasi, angka-angka keuangan, dan potensi ekonominya.

Akan tetapi, poin terpenting dari pernyataan China adalah seruan untuk melihat gambaran yang lebih besar. Mereka berargumen bahwa nilai sebuah proyek infrastruktur strategis seperti kereta cepat tidak bisa diukur hanya dari untung-rugi finansial semata. “Perlu ditegaskan ketika menilai proyek kereta api cepat, selain angka-angka keuangan dan indikator ekonomi, manfaat publik dan imbal hasil komprehensifnya juga harus dipertimbangkan,” kata Guo Jiakun.

Dengan kata lain, China mengingatkan bahwa ada manfaat-manfaat lain yang tak ternilai. Contohnya, peningkatan konektivitas, pertumbuhan ekonomi di sepanjang koridor Jakarta-Bandung, dan transfer teknologi. Pada akhirnya, China menegaskan komitmen mereka untuk terus bekerja sama dengan Indonesia. Tujuannya agar kereta cepat ini bisa memainkan peran yang lebih besar dalam pembangunan nasional.

Membongkar “Kebusukan” Proyek Whoosh yang Diungkap Luhut

Pernyataan China ini muncul sebagai respons atas komentar pedas dari Luhut Pandjaitan. Pada Kamis (16/10) lalu, Luhut, yang juga ditunjuk Presiden Jokowi untuk memimpin komite percepatan proyek ini, secara terang-terangan menyebut bahwa ia menerima Proyek Whoosh dalam kondisi yang sudah “busuk”. “Jadi memang saya menerima proyek (Whoosh) sudah busuk itu barang,” katanya.

“Kebusukan” yang Luhut maksud merujuk pada serangkaian masalah fundamental yang telah mengakar sejak awal pembangunan.

Masalah Konstruksi Serampangan

Salah satu contoh paling nyata adalah pembangunan pilar LRT yang dikerjakan oleh PT KCIC di KM 3+800 Tol Jakarta-Cikampek. Saat itu, Kementerian PUPR menemukan bahwa pembangunan pilar tersebut dilakukan tanpa izin. Lebih parahnya lagi, konstruksinya berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan tol.

Pengelolaan Drainase yang Buruk

Kementerian PUPR juga menyoroti pengelolaan sistem drainase yang sangat buruk. Pengerjaan proyek ini seringkali tidak membangun saluran air sesuai kapasitas yang dibutuhkan. Akibatnya, proyek ini berulang kali menyebabkan genangan air di Tol Jakarta-Cikampek dan memicu kemacetan parah. Karena masalah-masalah inilah, Kementerian PUPR melalui Komite Keselamatan Konstruksi pada tahun 2020 sempat menghentikan sementara pelaksanaan Proyek Whoosh.

Beban Utang dan Pembengkakan Biaya Proyek Whoosh

Selain masalah konstruksi, “kebusukan” lain yang menjadi sorotan adalah soal keuangan. Nilai investasi proyek ini membengkak secara signifikan dari proposal awal. Awalnya, China menawarkan proyek ini dengan nilai investasi “hanya” 6,07 miliar dolar AS. Namun, pada kenyataannya, total biayanya melonjak hingga 7,2 miliar dolar AS (sekitar Rp 116,54 triliun).

Sebanyak 75 persen dari pendanaan proyek ini berasal dari pinjaman China Development Bank. Sementara itu, sisanya berasal dari modal para pemegang saham konsorsium Indonesia, termasuk PT KAI. Beban utang yang masif inilah yang kini menjadi polemik. Bahkan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menolak jika APBN harus menanggung utang tersebut. Ia beralasan, Danantara, sebagai pengelola BUMN, telah mengambil dividen BUMN hingga Rp 80 triliun yang seharusnya masuk ke kas negara. Oleh karena itu, Purbaya menilai Danantara seharusnya mampu mengelola pembayaran utang dari dana tersebut.

Upaya Perbaikan di Masa Lalu dan Implikasi ke Depan

Menyadari berbagai masalah ini, Presiden Joko Widodo pada Oktober 2021 lalu telah membentuk Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Pembentukan komite ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021. Menariknya, Presiden menunjuk Luhut Pandjaitan untuk memimpin komite tersebut. Langkah ini secara implisit adalah sebuah pengakuan dari pemerintah bahwa Proyek Whoosh memang bermasalah dan membutuhkan penanganan khusus di level tertinggi.

Pada akhirnya, polemik ini menjadi warisan yang kompleks bagi pemerintahan baru. Di satu sisi, ada aset strategis yang sudah beroperasi. Namun, di sisi lain, ada beban utang yang besar dan citra proyek yang terlanjur tercoreng oleh berbagai masalah di masa lalu. Jawaban diplomatis dari China menunjukkan bahwa mereka ingin fokus pada manfaat jangka panjang. Akan tetapi, pemerintah Indonesia kini dihadapkan pada realitas finansial dan teknis yang harus segera mereka selesaikan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %