TNI Siagakan 20.000 Personel Misi Perdamaian Gaza: Fokus Kompetensi OMSP dan Zeni

Personel Misi Perdamaian Gaza
0 0
Read Time:3 Minute, 49 Second

Retconomynow.com – 15 November 2025 – Tentara Nasional Indonesia (TNI) memastikan kesiapannya untuk mengambil peran signifikan dalam upaya perdamaian global. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah menegaskan bahwa TNI telah mempersiapkan 20.000 prajurit untuk penugasan sebagai Personel Misi Perdamaian Gaza, Palestina. Persiapan ini mencakup kompetensi khusus dan pengalaman operasi kemanusiaan.

Dilansir dari ANTARA, Freddy menyampaikan bahwa para prajurit ini bukanlah personel baru. Mereka berasal dari satuan-satuan yang secara rutin menjalankan operasi militer selain perang (OMSP), baik di dalam maupun luar negeri. Kesiapan ini merupakan respons proaktif Indonesia terhadap seruan perdamaian global, meskipun pengirimannya masih menunggu mandat resmi.

Keahlian Khusus 20.000 Personel Misi Perdamaian Gaza

Kapuspen TNI merinci bahwa kesiapan 20.000 personel ini bukan sekadar angka. Para prajurit tersebut memiliki kualifikasi yang sangat spesifik dan relevan dengan kondisi di Gaza. “Personel tersebut berasal dari satuan yang rutin menjalani pembinaan OMSP dan misi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB),” kata Freddy, Sabtu (15/11/2025).

Artinya, mereka sudah terbiasa dan terlatih. “Kemampuan dasar, interoperabilitas, kesiapsiagaan logistik, dan operasi di berbagai medan sudah terbentuk,” lanjut Freddy. Ini adalah poin krusial. Mengirim pasukan ke wilayah konflik seperti Gaza membutuhkan interoperabilitas tingkat tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja sama secara efektif dengan pasukan dari negara lain di bawah bendera PBB atau koalisi.

Lebih lanjut, ribuan personel yang TNI siagakan ini terdiri dari berbagai keahlian non-tempur. Fokus utamanya adalah tenaga kesehatan dan prajurit dari korps Zeni (Insinyur Konstruksi). Tugas mereka jelas: membangun kembali kehidupan sipil.

Infrastruktur Kemanusiaan: Rumah Sakit Lapangan dan Alat Berat

Misi ini dirancang sebagai operasi kemanusiaan berskala besar. Para prajurit Zeni akan bertugas menangani pembangunan konstruksi. Sementara itu, tim kesehatan akan membuka layanan medis penuh bagi warga terdampak perang. Tugas mereka adalah membangun infrastruktur pendukung, termasuk fasilitas umum yang hancur.

TNI juga membekali kontingen ini dengan perlengkapan berat. “Kita siapkan seperti fasilitas rumah sakit lapangan, peralatan medis emergensi, ambulans, perlengkapan air bersih dan sanitasi,” ujar Freddy.

Kemampuan Zeni juga akan menjadi tulang punggung misi. TNI menyiapkan kemampuan konstruksi penuh, “termasuk alat berat dan sarana rekonstruksi,” tambah Freddy. Ini mengindikasikan bahwa Personel Misi Perdamaian Gaza (satu-satunya frasa bold di isi artikel) tidak hanya akan menjaga perdamaian, tetapi juga aktif membangun kembali infrastruktur dasar seperti pemurnian air, perbaikan jalan, dan hunian darurat.

Personel Misi Perdamaian Gaza Menunggu Mandat Internasional

Kendati demikian, Freddy menegaskan bahwa kesiapan teknis ini masih dalam status siaga. Seluruh 20.000 personel dan peralatannya tidak akan bergerak sebelum ada lampu hijau diplomatik. Saat ini, TNI masih menunggu persetujuan resmi dari pemerintah (Presiden dan DPR) dan, yang paling penting, mandat yang jelas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke wilayah sengketa internasional adalah proses yang rumit. Proses ini tidak bisa Indonesia lakukan secara sepihak. Harus ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang melandasinya, atau setidaknya permintaan resmi dari koalisi negara-negara yang diakui secara internasional.

Dua Opsi Mandat: PBB atau Koalisi Internasional

Penjelasan mengenai rumitnya proses diplomatik ini dipertegas oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin sehari sebelumnya. Menurut Sjafrie, Indonesia saat ini memiliki dua opsi untuk memperoleh izin pengiriman pasukan perdamaian ke Gaza.

“Ada dua alternatif. Alternatif pertama adalah di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” kata Sjafrie di kantor Kementerian Pertahanan (14/11).

Sjafrie menjelaskan bahwa opsi ini adalah jalur tradisional yang sering Indonesia tempuh. Indonesia dan PBB telah lama bekerja sama dalam pengiriman Pasukan Garuda ke berbagai wilayah konflik, seperti Afrika dan Lebanon (UNIFIL). Namun, untuk mendapatkan restu PBB, diperlukan pendekatan dan komunikasi antarkepala negara. Tujuannya agar tercipta sebuah kesepakatan tingkat internasional yang disahkan melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Tantangan Personel Misi Perdamaian Gaza: Restu Negara Kunci

Opsi kedua, jika jalur PBB buntu (misalnya akibat veto di Dewan Keamanan), adalah melalui dukungan koalisi negara-negara yang memiliki pengaruh langsung terhadap konflik. Sjafrie menambahkan, dukungan dari negara-negara Arab adalah syarat mutlak.

“Bagi negara-negara Arab, yaitu Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar dan Uni Emirat Arab, kalau itu menyatakan silahkan, maka Indonesia dengan senang hati akan melibatkan,” jelas Sjafrie. Yordania dan Mesir, khususnya, memegang kunci karena mereka mengontrol perbatasan darat langsung ke wilayah Gaza dan Tepi Barat.

Namun, tantangan terbesar dari opsi koalisi ini adalah restu dari pihak yang berkonflik. Sjafrie secara realistis menyebut bahwa persetujuan Israel juga diperlukan agar pasukan perdamaian bisa bekerja.

“Tentu saja (termasuk) Israel, karena Israel adalah bagian yang sangat kompeten di dalam persoalan ini,” kata Sjafrie. Ini adalah rintangan diplomatik terbesar, mengingat Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel.

Pada akhirnya, kesiapan 20.000 personel TNI ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia terhadap kemanusiaan. Namun, pengiriman Personel Misi Perdamaian Gaza kini bergantung sepenuhnya pada keberhasilan diplomasi tingkat tinggi yang sedang diupayakan pemerintah.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %