Retconomynow.com – Jakarta, 3 Desember 2025 — Ancaman konflik skala besar di Eropa kembali mencuat. Perkiraan ini datang dari para pemimpin politik dan militer di benua tersebut. Sejumlah pejabat tinggi Eropa dan Ukraina secara terbuka memperingatkan bahwa Perang Rusia dan NATO bisa pecah paling cepat pada tahun 2029. Peringatan ini didasarkan pada analisis mendalam terhadap peningkatan produksi militer Rusia dan situasi di medan perang Ukraina.
Kekhawatiran ini bukan sekadar retorika. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Rusia sedang mempersiapkan “perang besar” di Eropa. Tuduhan ini dia sampaikan dalam unggahan media sosial. Zelensky mendesak Eropa untuk meningkatkan pertahanan secara masif. Maka dari itu, negara-negara anggota NATO, seperti Jerman, kini mengambil langkah drastis untuk membangun kembali kekuatan militer mereka. Berikut adalah empat bukti utama yang menunjukkan sinyal konflik antara Perang Rusia dan NATO menguat:
1. Peningkatan Produksi Militer Rusia Menjelang 2029
Analisis intelijen Eropa mengindikasikan bahwa Rusia secara masif meningkatkan kapasitas industri pertahanannya.
- Produksi Senjata Massal: Moskwa sedang memproduksi ribuan tank dan jutaan amunisi setiap tahun. Peningkatan produksi ini menunjukkan Rusia sedang berupaya mengisi kembali gudang senjatanya. Mereka melakukannya untuk mempersiapkan kemungkinan konflik skala yang lebih besar di masa depan. Fokus ini melampaui kebutuhan perang di Ukraina saat ini.
- Tujuan Jeda: Presiden Zelensky secara spesifik mencatat tren ini. Ia khawatir Rusia ingin melanjutkan perang. Oleh karena itu, ia menyarankan tekanan yang lebih keras harus diberikan agar Rusia membutuhkan jeda. Jeda ini akan memberikan waktu bagi Eropa untuk bersiap.
- Fase 0 Perang: Analisis dari lembaga pemikir keamanan menyebutkan bahwa Rusia mungkin sedang mempercepat “Fase 0” dari kampanyenya. Fase ini melibatkan penetapan kondisi informasional dan psikologis, yang bertujuan mempersiapkan publik dan militer untuk potensi konflik langsung antara Perang Rusia dan NATO.
2. Peringatan dari Pemimpin Militer dan Politik Eropa
Komentar dari Presiden Ukraina menggemakan peringatan yang sama dari para pemimpin militer di seluruh Eropa.
- Jadwal Ketat: Kepala Pertahanan Jerman, Jenderal Carsten Breuer, telah memperingatkan bahwa NATO harus bersiap menghadapi kemungkinan serangan Rusia dalam empat tahun ke depan, kemungkinan paling cepat tahun 2029. Peringatan ini mendesak negara-negara anggota untuk segera meningkatkan kesiapan tempur mereka.
- Ancaman Pasca-Ukraina: Kekhawatiran ini berpusat pada skenario di mana Rusia berhasil memenangkan atau membekukan konflik di Ukraina. Jika Rusia mendapat kesempatan untuk memulihkan dan memodernisasi pasukannya tanpa gangguan, ancaman terhadap negara-negara Baltik dan Polandia akan meningkat tajam pada akhir dekade ini.
- Tanggung Jawab Pertahanan: Situasi ini diperparah oleh pernyataan dari pemerintahan AS. Pemerintahan ini memperingatkan Eropa agar memikul tanggung jawab penuh atas keamanannya sendiri. Dengan demikian, Eropa dipaksa untuk tidak lagi bergantung sepenuhnya pada payung keamanan AS.
3. Respons NATO dan Ambisi Kekuatan Militer Jerman
Respons dari anggota NATO, terutama Jerman, menunjukkan bahwa mereka menanggapi serius ancaman ini. Para anggota telah meningkatkan janji belanja pertahanan. Banyak negara, termasuk Jerman, kini berkomitmen memenuhi target 2% dari PDB untuk pengeluaran militer.
- Ambisi Jerman: Kanselir Jerman, Friedrich Merz, telah berjanji untuk membangun angkatan bersenjata terkuat di Eropa. Namun, tugas ini berat bagi negara yang militernya telah bertahun-tahun diabaikan. Pemerintah Jerman berencana meningkatkan jumlah tentaranya menjadi 260.000 (dari 180.000 saat ini) dan 200.000 cadangan pada tahun 2035.
- Reformasi Militer: Reformasi baru ini mencakup peningkatan gaji awal yang signifikan (sekitar €2.600) untuk pendaftaran sukarela. Pemerintah juga memiliki opsi memberlakukan wajib militer jika kuota tidak terpenuhi. Mulai tahun 2027, pria berusia 18 tahun harus menjalani pemeriksaan kesehatan wajib. Rencana ini menunjukkan urgensi kesiapan militer di Eropa.
- Model Schengen Militer: Uni Eropa (UE) juga meluncurkan Rencana Militer Schengen. Rencana ini bertujuan memangkas birokrasi dan memperbaiki infrastruktur (jembatan, rel) untuk mempercepat pergerakan pasukan. Hal ini akan memperkuat kemampuan NATO untuk memindahkan alat berat ke perbatasan timur.
4. Militerisasi Eropa dan Kontroversi Diplomatik
Peningkatan drastis pengeluaran pertahanan di Eropa memicu kontroversi diplomatik. Moskow mengecam langkah-langkah ini.
- Kecaman Kremlin: Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengecam “militerisasi” blok UE dan NATO. Ia berpendapat peningkatan pengeluaran pertahanan justru menghancurkan perekonomian negara-negara anggota. Moskow telah secara eksplisit mencap NATO sebagai “musuh.” Maka dari itu, Moskow menunjuk pada bantuan militer yang dikirimkan ke Ukraina sebagai bukti permusuhan.
- Seruan Spanyol: Tidak semua pemimpin Eropa setuju dengan laju militerisasi yang cepat. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez, misalnya, menyerukan negara-negara anggota NATO untuk menahan laju militerisasi dan mengedepankan diplomasi. Ia memperingatkan agar Eropa tidak berubah menjadi benua yang “dipersenjatai habis-habisan” dalam dekade mendatang.
Pada akhirnya, meskipun Rusia menolak klaim akan melancarkan serangan terhadap NATO, sinyal peningkatan produksi dan kesiapan militer di kedua belah pihak menegaskan bahwa risiko Perang Rusia dan NATO di akhir dekade ini dianggap nyata dan serius oleh sebagian besar ibu kota Eropa.
