Rencana Pencaplokan Tepi Barat oleh Israel, Palestina: “Deklarasi Perang Sudah Ditabuh”

pencaplokan Tepi Barat
0 0
Read Time:3 Minute, 58 Second

Retconomynow.com – 25 Oktober 2025 – Seorang pejabat senior Palestina hari ini menyatakan bahwa rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel adalah sebuah “deklarasi perang”. Pernyataan keras ini menyusul persetujuan awal parlemen Israel (Knesset) terhadap dua rancangan undang-undang (RUU) kontroversial. Faktanya, RUU tersebut bertujuan untuk memaksakan kedaulatan Israel atas seluruh Tepi Barat yang diduduki dan salah satu permukiman terbesarnya. Akibatnya, langkah ini secara efektif membunuh sisa harapan untuk solusi dua negara dan memicu seruan global untuk mengisolasi Israel.

Langkah Kontroversial di Parlemen Israel

Pada hari Rabu, Knesset mengesahkan dua RUU dalam pembacaan pendahuluan. Meskipun masih membutuhkan tiga pembacaan tambahan untuk menjadi undang-undang, langkah ini menunjukkan niat politik yang sangat jelas dari faksi-faksi sayap kanan ekstrem di pemerintahan Israel.

RUU pertama, yang diajukan oleh Avi Maoz dari partai Noam, menyerukan aneksasi penuh atas seluruh Tepi Barat. Dalam pemungutan suara, 25 anggota parlemen menyetujuinya, sementara 24 menentang. Sementara itu, RUU kedua berfokus secara spesifik pada pencaplokan permukiman Ma’ale Adumim. RUU ini, yang diajukan oleh Avigdor Lieberman dari partai Yisrael Beiteinu, lolos dengan selisih yang lebih besar, 32 suara mendukung dan 9 menentang.

Reaksi Keras Palestina: “Deklarasi Perang” Terhadap Hukum Internasional

Menanggapi langkah parlemen Israel, Mouayyad Shaaban, kepala Komisi Penjajahan dan Perlawanan Tembok di bawah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), tidak menahan kata-katanya. Ia memperingatkan bahwa keputusan ini sangat berbahaya. Bahkan, ia menyebutnya sebagai sebuah deklarasi perang. Namun, perang ini tidak hanya melawan rakyat Palestina. “Ini adalah deklarasi perang, tidak hanya terhadap rakyat Palestina tetapi juga terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan, dan semua hukum serta resolusi internasional,” tegas Shaaban.

Menurutnya, tidak ada keputusan atau tindakan Israel yang dapat menghapus identitas Palestina di tanah tersebut. Oleh karena itu, ia menyerukan perlawanan dari rakyat Palestina di lapangan. “Yang penting adalah apa yang terjadi di lapangan,” ujarnya, mendesak para petani dan warga untuk kembali menegaskan kehadiran mereka di tanah yang telah lama dirampas.

Bertentangan dengan Sikap AS dan Kematian Solusi Dua Negara

Langkah Israel ini menjadi semakin provokatif karena bertepatan dengan kunjungan Wakil Presiden AS, JD Vance, ke Tel Aviv. Lebih dari itu, tindakan ini secara langsung bertentangan dengan pernyataan yang Presiden Donald Trump sampaikan kurang dari sebulan sebelumnya. Pada 26 September, Trump dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak akan mengizinkan Israel melakukan pencaplokan Tepi Barat. Kontradiksi ini menunjukkan adanya perpecahan atau ketidakkonsistenan dalam kebijakan luar negeri AS, yang kemungkinan besar dimanfaatkan oleh faksi sayap kanan Israel.

Secara fundamental, jika RUU ini disahkan menjadi undang-undang, maka aneksasi tersebut akan secara definitif mengakhiri kemungkinan yang tersisa untuk menerapkan solusi dua negara. Solusi ini, yang dicita-citakan oleh berbagai resolusi PBB, mengamanatkan berdirinya negara Palestina yang merdeka di samping Israel. Dengan mencaplok Tepi Barat, Israel secara efektif menghilangkan wilayah inti dari calon negara Palestina tersebut.

Ancaman Strategis di Ma’ale Adumim

Fokus pada aneksasi Ma’ale Adumim secara spesifik memiliki implikasi strategis yang sangat berbahaya. Permukiman ini terletak di sebelah timur Yerusalem. Jika dicaplok, ia akan secara efektif memisahkan Yerusalem Timur dari wilayah Palestina lainnya. Selain itu, aneksasi ini juga akan membelah Tepi Barat menjadi dua bagian yang terpisah, bagian utara dan selatan. Langkah ini akan membuat negara Palestina di masa depan menjadi tidak mungkin terwujud secara geografis.

Bagi Palestina, Yerusalem Timur harus menjadi ibu kota negara mereka di masa depan. Sikap ini sejalan dengan resolusi internasional yang menolak pendudukan Israel tahun 1967 dan aneksasi sepihak kota tersebut pada tahun 1980.

Seruan untuk Isolasi Internasional dan Realitas di Lapangan

Menghadapi eskalasi ini, Shaaban juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengambil tindakan nyata. Ia mendesak agar dunia “mengisolasi dan memboikot pemerintah Israel yang ekstremis ini secara politik, ekonomi, dan militer.” Selain itu, ia meminta agar para pemukim dan pemimpin pemerintahan Israel dilarang memasuki negara mana pun.

Pada saat yang sama, ia mengingatkan bahwa rencana pencaplokan Tepi Barat ini adalah puncak dari ekspansi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ia memaparkan data yang suram. Saat ini, 71% wilayah Tepi Barat sudah berada di bawah kendali penuh Israel. Ada lebih dari 912 gerbang militer, pos pemeriksaan, dan pangkalan militer yang mencekik pergerakan warga Palestina. Bahkan, lebih dari 30% Lembah Yordan yang subur juga berada di bawah otoritas Israel.

Konteks Hukum Internasional

Langkah Israel ini juga secara terang-terangan mengabaikan hukum internasional. Baru pada Juli lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan sebuah opini penting. Dalam opininya, ICJ menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal. Mahkamah juga menyerukan evakuasi semua permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Dengan demikian, RUU yang disahkan oleh Knesset ini adalah sebuah pembangkangan langsung terhadap keputusan badan peradilan tertinggi di dunia.

Pada akhirnya, meskipun RUU ini masih memerlukan beberapa tahap lagi untuk menjadi undang-undang, niat politiknya sudah sangat jelas. Dunia kini menanti, apakah akan ada respons yang kuat dari komunitas internasional untuk mencegah langkah ini, ataukah “deklarasi perang” yang diucapkan oleh Palestina akan menjadi kenyataan yang mengerikan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %