Retconomynow.com – 20 Oktober 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi corporate social responsibility (CSR). Kasus ini melibatkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Babak baru dalam penyidikan dimulai ketika penyidik melakukan penyitaan aset. Faktanya, KPK sita mobil mewah jenis Hyundai Palisade. Mobil ini terkait dengan legislator Heri Gunawan yang menjadi tersangka utama. Namun, penyidik tidak menyita mobil tersebut langsung dari Heri Gunawan. Sebaliknya, mereka menyitanya dari seorang saksi kunci. Saksi ini diduga turut menikmati hasil kejahatan. Langkah ini menandai eskalasi serius dalam upaya KPK membuktikan korupsi dan pencucian uang.
Detail Penyitaan: Hyundai Palisade dan Aliran Dana Miliaran
Penyitaan aset ini berlangsung pada hari Senin. Objek yang disita adalah satu unit mobil merek Hyundai Palisade. Penyidik mengamankan mobil mewah ini dari seorang wiraswasta bernama Fitri Assiddikk. Menurut KPK, mobil senilai sekitar Rp 1 miliar tersebut adalah pemberian dari Heri Gunawan. Penyidik menduga kuat sumber uang untuk pembelian mobil ini berasal dari hasil korupsi dana CSR.
Selain itu, keterlibatan Fitri Assiddikk tidak hanya sebatas menerima mobil. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa saksi ini juga diduga menerima aliran dana. Jumlahnya pun sangat signifikan. “Dari saudara HG (Heri Gunawan), FA (Fitri Assiddikk) diduga menerima uang lebih dari Rp 2 miliar,” kata Budi. Aliran dana ini tidak hanya dalam bentuk rupiah. Bahkan, penyidik juga menemukan bukti bahwa Fitri menerima sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing. “Saudara HG juga memberikan sejumlah uang USD dan/atau SGD senilai ratusan juta rupiah kepada FA,” ujar Budi.
Langkah Tegas KPK Sita Mobil Mewah dari Saksi Kunci
Penyitaan mobil ini penyidik lakukan bersamaan dengan pemeriksaan intensif terhadap Fitri Assiddikk. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Posisinya sebagai saksi sangat krusial. Ia dapat membantu membongkar bagaimana Heri Gunawan diduga menyamarkan uang hasil korupsinya. Oleh karena itu, penyidik mendalami secara detail semua aliran dana dan pemberian aset yang ia terima.
“Saksi hadir. Penyidik mendalami keterangan saudara FA terkait aliran uang dan pemberian aset dari saudara HG,” ucap Budi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memetakan jejak uang haram tersebut. Dengan menelusuri ke mana saja uang itu mengalir, KPK dapat membangun konstruksi kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang lebih kuat. Dengan demikian, penyitaan Palisade ini menjadi bukti fisik pertama dari upaya penelusuran aset tersebut.
Konteks Kasus Utama: Modus Korupsi Dana CSR BI-OJK
Untuk memahami mengapa langkah KPK sita mobil mewah ini terjadi, kita perlu melihat kembali ke akar kasusnya. Pada 7 Agustus 2025, KPK secara resmi menetapkan dua anggota Komisi XI DPR RI sebagai tersangka. Keduanya adalah Heri Gunawan dan Satori. KPK menduga mereka menyelewengkan dana CSR dari mitra kerja mereka, yaitu BI dan OJK, dalam rentang waktu 2020-2023.
Modus operandinya, menurut KPK, terbilang rapi. Heri dan Satori diduga menggunakan yayasan yang mereka kelola. Yayasan itu mereka gunakan untuk mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial. Setelah BI dan OJK menyetujui dan menyalurkan dana, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial seperti yang tertera dalam proposal. Justru, dana tersebut diduga mereka gunakan untuk kepentingan pribadi dan mengalirkannya ke berbagai pihak, termasuk kepada saksi Fitri Assiddikk.
Jerat Hukum Berlapis: Dari Korupsi hingga Pencucian Uang
Atas perbuatannya, KPK tidak hanya menjerat Heri Gunawan dan Satori dengan pasal korupsi biasa. KPK menyangkakan mereka melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tentang gratifikasi. Akan tetapi, yang lebih memberatkan adalah penerapan pasal pencucian uang.
KPK juga mengenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Penambahan pasal TPPU ini sangat signifikan. Artinya, KPK tidak hanya berfokus pada pembuktian tindak pidana korupsinya. Lembaga anti-rasuah ini juga berupaya untuk memiskinkan para koruptor. Caranya dengan menyita seluruh aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan. Pada akhirnya, langkah KPK sita mobil mewah ini adalah tindakan konkret dari penerapan pasal pencucian uang tersebut.
Implikasi Lebih Luas: Sinyal Keras bagi Para Penikmat Uang Haram
Langkah KPK menyita aset dari seorang saksi mengirimkan sinyal yang sangat keras. Sinyal ini tidak hanya ditujukan kepada para koruptor. Sinyal ini juga untuk siapa saja yang dengan sadar menerima aliran dana atau aset dari tindak pidana. Dalam UU TPPU, pihak yang menerima, menyimpan, atau membelanjakan uang hasil kejahatan juga dapat dijerat dengan hukum.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa jejak aliran dana digital sangat sulit untuk dihapus. KPK, dengan kewenangannya, dapat dengan mudah menelusuri transaksi keuangan. Mereka bisa mengungkap kepada siapa saja uang haram itu mengalir. Dengan demikian, penyitaan ini menjadi peringatan bahwa menjadi “penampung” hasil korupsi memiliki risiko hukum yang sangat berat. Penyidikan kasus ini dipastikan akan terus berkembang. Tidak tertutup kemungkinan akan ada lagi aset-aset lain yang KPK sita dalam beberapa waktu ke depan.
