Retconomynow.com – (Jakarta, 13 Oktober 2025) – Upaya hukum yang ditempuh oleh Nadiem Anwar Makarim untuk menggugurkan status tersangkanya telah menemui kegagalan. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini sebelumnya menempuh jalur praperadilan. Namun, usahanya kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim Tunggal I Ketut Darpawan secara tegas menolak seluruh permohonan yang diajukan. Akibatnya, putusan ini secara efektif mengukuhkan keabsahan status tersangka dalam gugatan praperadilan Nadiem Makarim. Proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kini memiliki landasan hukum yang semakin kokoh untuk terus berlanjut ke tahap berikutnya.
Latar Belakang Proyek dan Awal Mula Penyelidikan
Kasus ini bermuara dari program digitalisasi pendidikan yang dicanangkan oleh Kemendikbudristek. Program ambisius ini berjalan pada periode 2019-2022. Salah satu fokus utamanya adalah pengadaan laptop Chromebook dalam skala masif. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan digital di dunia pendidikan Indonesia. Akan tetapi, proyek strategis yang menelan anggaran triliunan rupiah ini kemudian terendus oleh Kejaksaan Agung. Pihak Kejagung mencium adanya dugaan tindak pidana korupsi yang serius.
Penyelidikan awal pun segera dilancarkan. Setelah itu, tim penyidik mulai mengumpulkan data dan memeriksa sejumlah saksi. Mereka menemukan indikasi adanya penyimpangan dalam proses pengadaan. Kemudian, Kejaksaan Agung secara resmi menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Puncaknya, Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka pada 4 September 2025. Penetapan ini sontak mengejutkan publik, mengingat posisinya sebagai salah satu menteri termuda dan inovatif.
Mengurai Dalil Gugatan dalam Praperadilan Nadiem Makarim
Merasa penetapan statusnya tidak sesuai prosedur, pihak Nadiem tidak tinggal diam. Oleh karena itu, mereka menempuh jalur hukum dengan mendaftarkan gugatan praperadilan. Tujuan utamanya adalah untuk menguji keabsahan formal dari proses yang dilakukan Kejagung. Tim kuasa hukum Nadiem membangun argumen mereka di atas beberapa pilar utama.
Pertama, mereka menyoroti penetapan tersangka yang dianggap prematur. Menurut mereka, proses itu dilakukan tanpa didahului pemeriksaan Nadiem dalam kapasitasnya sebagai calon tersangka. Hal ini dinilai melanggar hak asasi seseorang sebelum ditetapkan sebagai pelaku pidana. Kedua, mereka mempersoalkan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Penetapan Tersangka. Kedua surat krusial itu terbit pada hari yang sama dengan pelaksanaan penahanan.
Lebih lanjut, mereka berargumen bahwa proses tersebut cacat karena tidak didahului penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak pemohon. Ketiadaan hasil audit kerugian negara yang resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat penetapan tersangka juga menjadi poin krusial. Dengan demikian, seluruh rangkaian tindakan Kejagung ini mereka anggap sebagai bentuk tindakan sewenang-wenang yang menyalahi prosedur hukum acara pidana.
Analisis Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara
Dalam sidang putusan, Hakim I Ketut Darpawan memaparkan sejumlah pertimbangan hukumnya. Pertimbangan ini menjadi dasar mengapa gugatan praperadilan Nadiem Makarim ditolak mentah-mentah. Hakim menyatakan telah memeriksa semua berkas perkara dengan sangat saksama. Berkas itu mencakup permohonan pemohon, jawaban dari Kejagung, serta bukti-bukti yang diajukan kedua belah pihak. Selain itu, keterangan dari dua ahli hukum yang dihadirkan juga menjadi bahan pertimbangan yang mendalam.
Hakim berpendapat bahwa substansi dari tindakan penyidikan Kejagung telah memenuhi syarat. Syarat formil dan materiil dianggap sudah terpenuhi. Faktanya, Kejagung dinilai telah berhasil mengumpulkan empat alat bukti yang sah. Hal ini sudah sesuai dengan amanat Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Penyidikan yang dilakukan oleh termohon (Kejagung) untuk mengumpulkan bukti-bukti agar menjadi terang tindak pidana guna menemukan tersangka sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” tegas Darpawan saat membacakan amar putusan. Pada intinya, hakim menilai esensi penegakan hukum telah terpenuhi, meskipun ada beberapa prosedur yang diperdebatkan oleh pemohon.
Implikasi Putusan dan Proyeksi Kasus ke Depan
Gugatan praperadilan Nadiem Makarim kini telah ditolak secara final. Artinya, statusnya sebagai tersangka dalam kasus korupsi Chromebook tidak dapat lagi diganggu gugat melalui mekanisme ini. Putusan tersebut memberikan lampu hijau penuh bagi Kejaksaan Agung. Mereka dapat melanjutkan proses penyidikan ke tahap yang lebih serius tanpa adanya hambatan prosedural.
Selanjutnya, tim penyidik akan fokus untuk merampungkan berkas perkara. Ini meliputi pemeriksaan saksi-saksi tambahan, konfrontasi keterangan, hingga penyitaan aset yang diduga terkait tindak pidana. Jika semua bukti telah dianggap cukup dan berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa peneliti, kasus ini akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, publik akan menyaksikan dimulainya babak persidangan. Sementara itu, permohonan pihak Nadiem agar penahanannya dialihkan menjadi tahanan kota kini sepenuhnya menjadi kewenangan subjektif penyidik. Putusan ini menandai babak baru yang lebih krusial dalam perjalanan kasus yang menyeret salah satu figur publik paling berpengaruh di Indonesia ini.