Retconomynow.com – Brussel, 21 November 2025 — Komisi Uni Eropa (UE) secara resmi meluncurkan inisiatif penting yang mereka sebut “Rencana Militer Schengen“. Program ini bertujuan memfasilitasi pergerakan cepat pasukan dan alat berat di seluruh blok jika terjadi krisis, terutama di tengah meningkatnya ketegangan dan kekhawatiran serangan dari Rusia. Inisiatif ini menandai pergeseran fokus UE menuju integrasi pertahanan yang lebih mendalam dan gesit.
Para pejabat UE telah lama mengeluhkan bahwa mobilisasi pasukan akan memakan waktu berminggu-minggu karena masalah logistik dan infrastruktur yang sudah menahun. Kondisi infrastruktur Eropa saat ini, yang dirancang sebelum Perang Dingin berakhir, tidak mampu mendukung pergerakan tank dan kendaraan militer modern secara efisien. Oleh karena itu, Rencana Militer Schengen menjadi solusi mendesak untuk mengatasi hambatan birokrasi dan fisik ini.
Target, Biaya, dan Detail Implementasi Rencana Mobilitas Militer
Menurut dokumen yang Komisi UE publikasikan pada hari Rabu (19/11/2025), blok tersebut menargetkan pembentukan kawasan mobilitas militer terpadu di seluruh Uni Eropa pada tahun 2027. Tujuan utama rencana ini sangat jelas: memangkas birokrasi yang berbelit-belit, memperkenalkan aturan umum yang seragam untuk penempatan kembali pasukan, dan memberikan akses prioritas bagi angkatan bersenjata dalam keadaan darurat.
Reuters melaporkan, ide utama dari rencana ini adalah menciptakan “kolam solidaritas” (solidarity pool). Dalam skema ini, anggota UE dapat memilih untuk menyediakan kemampuan transportasi militer khusus. Kemampuan ini akan diberikan kepada negara-negara yang tidak memilikinya. Selain itu, UE bertujuan “meningkatkan koridor mobilitas militer utama Uni Eropa ke standar penggunaan ganda” (dual-use standard). Standar ini memastikan infrastruktur sipil dapat menopang kebutuhan militer, serta mempertahankan dan memodernisasi infrastruktur strategis.
Tantangan Logistik dan Anggaran Rencana Militer Schengen
Tantangan logistik yang dihadapi UE sangat nyata dan mencerminkan usia serta keragaman infrastruktur Eropa. Financial Times secara spesifik menyebut beberapa masalah krusial. Masalah ini termasuk “jembatan yang runtuh, ukuran rel yang tidak sesuai, dan birokrasi yang berbelit-belit.”
Laporan tersebut juga mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mobilisasi. Saat ini, dibutuhkan sekitar 45 hari untuk memindahkan pasukan dari pelabuhan-pelabuhan Eropa Barat menuju perbatasan Rusia. Tentu saja, ini merupakan waktu yang terlalu lama dalam konteks konflik modern. Rencana Militer Schengen bertujuan mempersingkat waktu ini secara drastis, dengan target ambisius yaitu tiga hingga lima hari.
Menteri Transportasi Uni Eropa, Apostolos Tzitzikostas, secara terbuka memperingatkan risiko fatal dari infrastruktur yang ada. Ia mengatakan tank-tank NATO yang dikerahkan kembali dapat “terjebak di terowongan dan menyebabkan jembatan runtuh.” Berdasarkan estimasi awal, blok tersebut harus menghabiskan setidaknya 17 miliar euro (setara USD20 miliar) untuk memperbaiki kekurangan infrastruktur ini. Dana sebesar ini harus dialokasikan untuk memperkuat jembatan, memperluas terowongan, dan menyamakan ukuran rel (standar gauge) di seluruh Eropa Timur dan Barat.
Implikasi Geopolitik dan Reaksi Rusia terhadap Rencana Pertahanan UE
Rencana Militer Schengen ini muncul di tengah suasana geopolitik yang sangat tegang. Dalam beberapa bulan terakhir, banyak pejabat Uni Eropa berspekulasi bahwa Rusia dapat melancarkan serangan langsung terhadap blok tersebut dalam beberapa tahun ke depan. Spekulasi ini muncul sebagai respons terhadap invasi Rusia di Ukraina dan bantuan militer yang negara-negara UE kirimkan ke Kyiv.
Moskow dengan tegas menolak klaim-klaim ini, menyebutnya sebagai “omong kosong” dan retorika berlebihan untuk meningkatkan anggaran militer NATO dan UE. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengecam “militerisasi” blok tersebut. Peskov memperingatkan bahwa peningkatan pengeluaran pertahanan justru menghancurkan perekonomian negara-negara anggota. Moskow telah secara eksplisit mencap NATO sebagai “musuh”. Akibatnya, setiap langkah integrasi pertahanan UE, termasuk Rencana Militer Schengen, dilihat Moskow sebagai eskalasi lebih lanjut.
Sinergi Dengan NATO dan Masa Depan Pertahanan UE
Rencana Militer Schengen ini merupakan komplementer dari upaya NATO. NATO telah lama meminta anggota Eropa untuk meningkatkan kemampuan mobilitas mereka. Dengan menyelaraskan standar transportasi, UE membantu NATO untuk bergerak lebih cepat, terutama melalui darat dan kereta api. Integrasi infrastruktur ini akan memperkuat Deterrence and Defence Posture NATO di sayap timur Eropa.
Keberhasilan implementasi rencana ini akan sangat bergantung pada kemauan politik negara-negara anggota. Di sisi lain, mengatasi birokrasi perbatasan, terutama untuk lalu lintas militer lintas negara, membutuhkan harmonisasi hukum yang rumit di 27 negara anggota. Maka dari itu, Komisi UE harus bekerja secara intensif dengan parlemen dan kementerian pertahanan setiap negara untuk memastikan target 2027 tercapai. Pada akhirnya, rencana ini menegaskan bahwa Uni Eropa kini memandang ancaman keamanan regional sebagai masalah kolektif yang mendesak.
