Jakarta, 19 November 2025 — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi mengesahkan amandemen mendasar terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang. Pengesahan ini secara efektif melahirkan Revisi KUHAP Baru. Sidang Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, yang dilaksanakan pada Selasa, 18 November 2025, menjadi saksi atas disahkannya produk hukum krusial ini.
Ketua DPR Puan Maharani memimpin proses persetujuan fraksi, menanyakan kesediaan fraksi-fraksi untuk menyetujui RUU KUHAP menjadi undang-undang. Seluruh peserta rapat paripurna pun kompak menyatakan “Setuju” terhadap pengesahan tersebut, menandai tonggak penting dalam upaya modernisasi sistem peradilan pidana nasional.
Langkah ini dianggap sebagai fondasi esensial dalam menyambut berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan efektif mulai 2 Januari 2026. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa Revisi KUHAP Baru ini sangat dibutuhkan oleh seluruh penegak hukum di Indonesia. Secara fundamental, undang-undang baru ini bertujuan untuk mengimbangi kekuasaan negara dengan memperkuat posisi warga negara dalam proses peradilan.
Memperkuat Hak Warga Negara: Inti Substansi Amandemen KUHAP
Dalam laporannya, Habiburokhman menjelaskan bahwa KUHAP yang lama cenderung memberikan kekuasaan yang “terlalu powerful” kepada negara dan aparat penegak hukum. Oleh karena itu, salah satu tujuan mendasar dari Revisi KUHAP Baru adalah memberdayakan dan memperkuat hak-hak warga negara.
“Di KUHAP yang baru, warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara,” ungkap Habiburokhman saat membacakan laporan Komisi III di hadapan rapat paripurna.
Penguatan hak-hak ini termanifestasi melalui berbagai substansi baru. Misalnya, undang-undang ini memperjelas syarat penahanan, memberikan perlindungan tegas dari tindakan penyiksaan, serta penguatan hak korban. Selain itu, Revisi KUHAP Baru mengintegrasikan konsep keadilan restoratif dan memperluas cakupan kompensasi, restitusi, serta rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan. Pembaruan ini secara spesifik mencerminkan penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru yang modern, yang menekankan pendekatan yang lebih restoratif, rehabilitatif, dan restitutif dalam penegakan hukum.
Jaminan Perlindungan Kelompok Rentan dalam UU Hukum Acara Pidana Baru
Undang-undang yang baru disahkan ini secara tegas mengusung prinsip diferensiasi fungsional. Prinsip ini bertugas memisahkan dan memperjelas tugas serta kewenangan antara berbagai pilar dalam sistem peradilan pidana, seperti penyelidik, penyidik, penuntut umum, hakim, dan advokat, demi menjamin akuntabilitas yang lebih baik.
Selain itu, Amandemen KUHAP memberikan perhatian khusus pada perlindungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum. Perlindungan substantif ini mencakup penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi dari ancaman dan kekerasan. Penguatan peran advokat juga menjadi elemen sentral, menegaskan mereka sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana.
Fokus Perlindungan Kelompok Khusus
Pembaruan Hukum Acara Pidana ini menjamin perlindungan khusus bagi kelompok rentan. Hal ini diwujudkan melalui pengaturan perlindungan khusus bagi penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lansia pada seluruh tahapan pemeriksaan. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas, misalnya, memastikan hak-hak mereka dihormati dan diakomodasi selama proses hukum berjalan.
Bersamaan dengan itu, perbaikan signifikan telah dilakukan pada pengaturan upaya paksa. Revisi KUHAP Baru memperkuat asas due process of law (proses hukum yang adil), menjamin bahwa setiap tindakan penegak hukum yang membatasi kebebasan dilakukan sesuai prosedur yang transparan dan berbasis hak asasi manusia. Ini merupakan langkah maju untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam proses penyidikan.
Modernisasi Peradilan: Mekanisme Hukum Baru dan Pertanggungjawaban Korporasi
Untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel, Revisi KUHAP Baru memperkenalkan serangkaian mekanisme hukum baru yang adaptif terhadap dinamika kejahatan modern. Inovasi ini sangat penting untuk merespons kompleksitas kasus, termasuk yang melibatkan entitas korporasi.
Di antara mekanisme baru tersebut adalah pengenalan prosedur pengakuan bersalah (plea bargaining) dan mekanisme penundaan penuntutan korporasi. Prosedur pengakuan bersalah bertujuan mempercepat proses peradilan, sementara penundaan penuntutan korporasi menawarkan alternatif penyelesaian yang mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial yang lebih luas.
Lebih lanjut, KUHAP yang baru secara eksplisit mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi. Pengaturan ini merupakan respons terhadap kebutuhan hukum modern dalam menindak kejahatan yang dilakukan oleh badan usaha, memastikan entitas korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban. Terakhir, penguatan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan dipertegas. Hal ini menunjukkan komitmen negara untuk tidak hanya berfokus pada penghukuman pelaku, tetapi juga pemulihan kerugian korban, menjadikan KUHAP yang baru sebagai kerangka hukum yang lebih humanis dan holistik.
14 Substansi Utama Perubahan dalam Revisi KUHAP Baru:
- Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
- Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru (pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif).
- Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyelidik, penyidik, penuntut umum, hakim, dan advokat.
- Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, serta penguatan koordinasi antarlembaga.
- Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
- Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
- Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
- Perlindungan khusus kelompok rentan (disabilitas, perempuan, anak, dan lansia).
- Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
- Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
- Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
- Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
- Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
- Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
