Retconomynow.com – 17 November 2025 – Puluhan ribu orang berkumpul di ibu kota Filipina, Manila, dalam aksi unjuk rasa massal selama tiga hari. Mereka menuntut pertanggungjawaban penuh atas Skandal Korupsi Filipina terkait proyek pengendalian banjir. Skandal ini diduga kuat melibatkan pejabat tinggi pemerintah dan sekutu dekat Presiden Ferdinand Marcos Jr. Aksi ini menjadi sinyal jelas bahwa para demonstran, yang didominasi oleh Gen Z dan kelompok agama, siap menggoyang kepemimpinan Presiden Marcos Jr.
Aksi unjuk rasa yang dimulai pada Minggu ini merupakan wujud terbaru dari kemarahan publik. Kemarahan ini memuncak setelah temuan investigasi mengungkap bahwa ribuan proyek pertahanan banjir di negara yang rawan topan tersebut menggunakan material di bawah standar. Bahkan, banyak proyek yang terindikasi fiktif atau “proyek hantu”.
Skala Kemarahan Publik: Puluhan Ribu Turun ke Jalan
Kekuatan protes ini terlihat dari keragaman massanya. Polisi memperkirakan bahwa 27.000 anggota Iglesia Ni Cristo (INC), atau Gereja Kristus, berkumpul di Taman Rizal Manila. Banyak dari mereka mengenakan pakaian putih dan membawa plakat antikorupsi.
Bruder Edwin Zabala, juru bicara gereja, mengatakan bahwa demonstrasi tiga hari ini bertujuan untuk mengungkapkan “perasaan kami”. Selain itu, mereka ingin “menyuarakan seruan Iglesia ni Cristo dari banyak warga negara kami yang mengutuk kejahatan besar yang melibatkan banyak pejabat pemerintah”.
Secara terpisah, kelompok-kelompok lain yang didominasi Gen Z juga mengadakan protes antikorupsi. Mereka memusatkan aksi di Monumen Kekuatan Rakyat (People Power Monument) di pinggiran kota Quezon. Gabungan dua kekuatan besar—kelompok agama yang terorganisir dan gerakan pemuda yang militan—menciptakan tekanan politik yang serius bagi pemerintahan Marcos.
Akar Masalah: Skandal Korupsi Filipina Senilai USD 2 Miliar
Kemarahan publik ini memiliki dasar yang sangat kuat. Pemicu utamanya adalah dampak nyata dari korupsi tersebut. Sebuah badai dahsyat baru-baru ini menghantam sebagian besar wilayah negara itu awal bulan ini. Bencana tersebut menewaskan sedikitnya 259 orang, diduga kuat karena kegagalan sistem pengendalian banjir.
Departemen Keuangan Filipina memperkirakan bahwa negara tersebut kehilangan hingga 118,5 miliar peso (sekitar USD 2 miliar) akibat korupsi proyek pengendalian banjir antara tahun 2023 dan 2025.
Sebuah komisi pencari fakta yang dibentuk pemerintah telah mengajukan tuntutan pidana korupsi terhadap 37 orang. Para terdakwa ini termasuk senator, anggota Kongres, dan pengusaha kaya. Selain itu, tuntutan pidana juga telah pemerintah ajukan terhadap 86 eksekutif perusahaan konstruksi dan sembilan pejabat pemerintah. Mereka diduga menghindari pajak senilai hampir 9 miliar peso (USD 153 juta) terkait proyek fiktif ini.
Jejaring Elite di Balik Skandal Korupsi Filipina
Publik semakin marah karena tuduhan ini menjerat nama-nama besar di lingkaran kekuasaan. Sejumlah tokoh yang memiliki koneksi kuat, termasuk sepupu Presiden Marcos dan mantan Ketua DPR Martin Romualdez, diduga mengantongi dana besar dari proyek-proyek berkualitas rendah ini.
Skandal ini unik karena melintasi batas politik. Di antara mereka yang dituduh, terdapat anggota parlemen yang menentang sekaligus bersekutu dengan Marcos. Selain Romualdez, nama-nama besar lain yang terseret adalah Presiden Senat Chiz Escudero dan Senator Bong Go. Bong Go sendiri adalah sekutu penting mantan Presiden Rodrigo Duterte.
Tentu saja, ketiga tokoh politik papan atas tersebut kompak membantah telah melakukan kesalahan. Namun, keterlibatan nama-nama besar ini menunjukkan betapa dalamnya akar Skandal Korupsi Filipina (satu-satunya frasa bold di isi artikel) tersebut.
Respons Istana: Janji Penjara dan Perlindungan Sepupu
Menghadapi tekanan publik yang masif, Presiden Marcos berjanji akan bertindak tegas. Ia menjanjikan bahwa mereka yang terlibat dalam skandal tersebut akan masuk penjara sebelum liburan Natal. “Kami tidak mengajukan kasus demi pencitraan,” ujar Marcos. “Kami mengajukan kasus untuk memenjarakan orang.”
Namun, janji ini diragukan publik. Keraguan muncul setelah Marcos secara terbuka membela sepupunya, Martin Romualdez. Marcos mengatakan Romualdez belum akan menghadapi tuntutan pidana karena “kurangnya bukti”.
Meskipun Marcos menambahkan bahwa “tidak ada yang dikecualikan” dari penyelidikan, pernyataannya yang melindungi Romualdez dianggap sebagai bukti standar ganda. Hal ini semakin menyulut kemarahan para pengunjuk rasa.
Sikap Militer di Tengah Skandal Korupsi Filipina
Situasi politik semakin memanas akibat perpecahan di kalangan elite. Faksi pro-Duterte, yang kini menjadi kritikus keras Marcos, ikut memanfaatkan situasi. Putri Duterte, yang menjabat sebagai Wakil Presiden, mengatakan Marcos juga harus bertanggung jawab. Ia menuntut Marcos dipenjara karena menyetujui anggaran nasional 2025 yang mengalokasikan miliaran dolar untuk proyek pengendalian banjir fiktif tersebut.
Dengan adanya seruan-seruan terpisah agar militer menarik dukungan dari Marcos, semua mata kini tertuju pada Angkatan Bersenjata Filipina (AFP).
Namun, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Romeo Brawner Jr, telah berulang kali menolak seruan tersebut. Militer menegaskan kembali dukungan mereka terhadap pemerintah yang sah. “Dengan keyakinan penuh, saya meyakinkan publik bahwa angkatan bersenjata tidak akan terlibat dalam tindakan apa pun yang melanggar Konstitusi,” kata Brawner. “Tidak hari ini, tidak besok, dan tentu saja tidak di bawah pengawasan saya.”
Brawner menambahkan bahwa militer “tetap teguh dalam menjaga perdamaian, mendukung ekspresi sipil yang sah, dan melindungi stabilitas”.
Sikap tegas militer ini untuk sementara meredam seruan penggulingan kekuasaan. Namun, Kepolisian Nasional Filipina tetap mengerahkan 15.000 polisi untuk mengamankan situasi di Manila.
