Retconomynow.com – 13 November 2025 – Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, menghadapi resistensi dari internal Partai Gerindra terkait keinginannya untuk bergabung. Penolakan Budi Arie di tingkat daerah, salah satunya dari DPC Kota Blitar, kini menjadi sorotan publik. Alih-alih membalas, Budi Arie justru menanggapi penolakan tersebut dengan sikap santai. Ia menilai sikap tersebut merupakan hak dan aspirasi kader Gerindra yang harus ia hargai.
“Ya itu hak, ya itu hak mereka. Saya menghargai mereka, enggak apa-apa,” kata Budi Arie dalam tayangan Gaspol! Kompas.com, Rabu (12/11/2025). “Mereka yang punya partai, masa saya apa, menjawab,” lanjutnya. Budi Arie menekankan bahwa ia tidak perlu merespons dinamika internal tersebut secara berlebihan.
Alasan Budi Arie: Hanya Menjawab Pertanyaan Prabowo
Budi Arie kemudian menjelaskan konteks mengapa ia secara terbuka menyampaikan keinginan bergabung dengan Gerindra. Menurutnya, langkah tersebut murni untuk menjawab pertanyaan yang diajukan langsung oleh Presiden RI sekaligus Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.
Momen tersebut terjadi pada Kongres PSI di Solo, Juli 2025 lalu. Dalam forum terbuka, Prabowo memang sempat bertanya kepada Budi Arie, apakah akan berlabuh ke Gerindra atau Partai Solidarias Indonesia (PSI). “Sudah, kan saya cuma, saya sudah sampaikan, satu, saya menjawab pertanyaan presiden,” tegas Budi Arie.
Oleh karena itu, ia merasa pernyataannya saat kongres Projo beberapa waktu lalu adalah momentum yang tepat untuk menjawab pertanyaan publik dari Prabowo. Budi Arie pun mengaku sudah berkomunikasi dengan sejumlah elite Partai Gerindra mengenai niatnya. “Saya sudah komunikasi, disampaikan langsung. Karena kan yang minta, yang minta dalam forum terbuka itu kan Pak Ketua Umum, Pak Presiden,” kata dia.
Tudingan Oportunis di Balik Penolakan Kader
Niat Budi Arie ini tidak berjalan mulus di tingkat akar rumput. Sejumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra secara terbuka menyatakan penolakan. Salah satu yang paling vokal adalah DPC Partai Gerindra Kota Blitar, Jawa Timur.
Sekretaris DPC Gerindra Kota Blitar, Tan Ngi Hing, mengatakan bahwa pengurus di Blitar melihat Budi Arie Setiadi sebagai sosok yang oportunis. Kehadirannya, menurut Hing, justru berpotensi membahayakan soliditas kader yang telah lama berjuang. “Kalau kita menyebut beliau itu apa ya, oportunis ya,” ujar Hing kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025) malam.
Hing membeberkan alasan historis di balik cap “oportunis” tersebut. Ia mengingatkan bahwa dalam dua pemilihan presiden sebelum 2024, Budi Arie dan Projo adalah pendukung loyal Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama masa itu, Budi bahkan dikenal beberapa kali bermanuver dan melancarkan serangan politik kepada sosok Prabowo Subianto, yang saat itu menjadi rival Jokowi.
Sikap oportunistik Budi dan Projo, kata Hing, juga tercermin dari rencana Projo mengganti gambar wajah Jokowi yang selama ini menjadi bagian dari logo ormas tersebut. Karena rekam jejak inilah, jajaran pengurus DPC Gerindra Kota Blitar segera menggelar rapat. “Dan teman-teman Gerindra Kota Blitar sepakat bulat menolak Pak Budi masuk DPP Partai Gerindra,” tegasnya.
Bantahan Keras: Tudingan Perlindungan Hukum Ditepis
Menghadapi tudingan miring tersebut, Budi Arie tidak hanya merespons soal status oportunis. Ia juga secara keras membantah tudingan bahwa keinginannya masuk Gerindra adalah dalam rangka mencari perlindungan hukum. Isu Penolakan Budi Arie ini sering dikaitkan dengan posisinya sebagai menteri yang menangani isu sensitif seperti judi online.
Budi mengeklaim dirinya tidak memiliki kasus hukum apa pun yang membuatnya membutuhkan perlindungan dari sebuah partai politik. “Saya tidak berlindung dari kasus hukum, karena menurut saya kasus hukum apa?” tanyanya retoris.
“Ketiga, kalau soal judi online saya sudah pakai perumpamaan tadi berkali-kali, berbusa-busa. Jangan ini, jangan nuduh-nuduh, nanti yang nuduh-nuduh kebaca. Jangan-jangan, iya kan,” kata Budi Arie, sembari membalikkan tudingan tersebut.
Sikap Legowo dan Komitmen Disiplin Partai
Meski menghadapi penolakan, Budi Arie menunjukkan sikap politik yang “legowo” atau berlapang dada. Ia menyerahkan penuh keputusan dan mekanisme penerimaannya kepada internal Partai Gerindra. Baginya, penolakan DPC adalah bagian dari dinamika.
Ia pun menegaskan bahwa dirinya memiliki “rumah” lain jika memang Gerindra tidak menerimanya. Statusnya sebagai pemimpin ormas Projo tidak akan terpengaruh. “Ya enggak apa-apa. Jangan berandai-andai. Kalau ditolak ya sudah. Toh saya tetap Ketua Umum Projo, pemimpin ormas kan,” tuturnya.
Sebaliknya, jika Gerindra pada akhirnya menerimanya, Budi Arie berjanji akan tunduk penuh pada ketetapan partai. Ia menegaskan akan tegak lurus mengikuti arahan Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum. Budi sadar betul konsekuensi menjadi anggota partai.
“Ketika kita menjadi anggota partai, setengah hak kita sudah kita serahkan kepada partai. Kita enggak bisa punya keinginan atau kemauan sendiri. Semua harus tunduk pada aturan dan disiplin partai, disiplin organisasi,” kata Budi.
Implikasi Internal dari Penolakan Budi Arie
Fenomena Penolakan Budi Arie (satu-satunya frasa kunci bold di isi artikel) di tingkat DPC ini menyoroti sebuah dilema klasik dalam partai politik pasca-kemenangan. Di satu sisi, elite partai di tingkat pusat (DPP) cenderung membuka pintu lebar-lebar bagi tokoh-tokoh dari kubu lawan untuk bergabung demi memperkuat koalisi kekuasaan.
Di sisi lain, kader di “rumput bawah” (grassroots) yang telah berjuang lama dan merasakan pahitnya kekalahan, seringkali memiliki memori kolektif yang kuat. Mereka mengingat siapa kawan dan siapa lawan di masa lalu. Bagi DPC Blitar, menerima Budi Arie yang dulu menyerang Prabowo, terasa seperti mengkhianati perjuangan kader sendiri.
Wacana Penolakan Budi Arie yang disuarakan DPC Blitar ini menjadi ujian bagi kepemimpinan Prabowo. Apakah ia akan memprioritaskan loyalitas kader lama, atau memaksakan realisme politik demi memperbesar partai? Keputusan akhir kini berada sepenuhnya di tangan DPP Partai Gerindra, yang harus menimbang antara aspirasi kader di daerah dan strategi politik nasional.
