Retconomynow.com – 11 November 2025 – Buntut dari insiden ledakan tragis di SMA Negeri 72 Jakarta, pemerintah kini secara serius menggulirkan Wacana Pembatasan Gim Online. Rencana ini, yang diinisiasi langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, menjadi respons cepat terhadap dugaan adanya pengaruh negatif dari permainan digital yang berpotensi memengaruhi generasi muda. Akan tetapi, langkah ini dipastikan tidak akan sederhana dan memerlukan kajian mendalam.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa rencana ini perlu dibicarakan oleh lebih dari satu kementerian. Ia menyebutkan bahwa wacana tersebut harus dibahas bersama-sama karena menyangkut yurisdiksi dan keahlian masing-masing sektor. Ini adalah sinyal bahwa pemerintah tidak ingin gegabah dan mencari solusi yang komprehensif, bukan sekadar reaksi sesaat.
Mengapa Wacana Pembatasan Gim Online Memerlukan Pendekatan Lintas Sektor
Dalam keterangannya di Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025), Mendikdasmen Abdul Mu’ti memetakan kompleksitas permasalahan ini. Ia menyebutkan setidaknya empat kementerian yang harus duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang efektif.
“Nanti kami memang harus bicara lintas kementerian, ini kan paling tidak melibatkan empat kementerian. Kami di Kemendikdasmen, Komdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital), KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), dan Kementerian Agama,” ujar Mu’ti.
Keterlibatan empat kementerian ini sangat logis. Kemendikdasmen memiliki kepentingan dari sisi perlindungan peserta didik dan dampak gim terhadap proses belajar. Selanjutnya, KemenPPPA fokus pada perlindungan anak dari konten berbahaya dan potensi kecanduan. Kementerian Agama dapat memberikan masukan dari perspektif moral dan etika. Akan tetapi, ujung tombak regulasi teknis berada di tangan Komdigi.
Tantangan Regulasi: Kewenangan Teknis di Tangan Komdigi
Mu’ti bersikap realistis mengenai batasan kewenangan kementeriannya. Ia secara terbuka mengakui bahwa Kemendikdasmen tidak bisa berjalan sendiri, terutama dalam hal eksekusi teknis pemblokiran atau pembatasan konten digital.
“Nanti kami akan duduk bersama membicarakan masalah ini karena kewenangan untuk mengatur media ini bukan pada kami, kewenangannya ada pada Komdigi,” tegas Mu’ti.
Pernyataan ini menyoroti tantangan utama. Komdigi memiliki wewenang untuk memblokir akses, namun efektivitas pemblokiran gim online seringkali diragukan. Pemain dapat dengan mudah menggunakan VPN atau mengakses gim dari platform berbeda. Oleh karena itu, diskusi lintas kementerian ini kemungkinan besar akan membahas opsi lain selain pemblokiran total, seperti pengetatan sistem rating usia, verifikasi umur yang lebih ketat, atau pembatasan jam bermain.
Akar Masalah: Ledakan SMA 72 dan Sorotan Khusus pada PUBG
Wacana Pembatasan Gim Online ini tidak muncul dari ruang hampa. Momen pemicunya adalah insiden ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat, 7 November 2025. Peristiwa ini mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencari solusi atas potensi bahaya gim online.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, pada Minggu (9/11/2025), menjelaskan bahwa Presiden telah membahas hal ini secara khusus dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rapat terbatas. “Beliau (Prabowo) tadi menyampaikan bahwa kita juga masih harus berpikir untuk membatasi dan mencoba bagaimana mencari jalan keluar terhadap pengaruh-pengaruh dari game online,” kata Prasetyo.
Prasetyo menambahkan bahwa ada kekhawatiran bahwa gim online memiliki “hal-hal kurang baik” yang bisa memengaruhi generasi ke depan. Secara mengejutkan, ia menyebut satu judul gim secara spesifik ketika ditanya lebih lanjut. “Misalnya contoh, PUBG. Itu kan di situ, kita mungkin berpikirnya ada pembatasan-pembatasan. Di situ kan jenis-jenis senjata juga mudah sekali untuk dipelajari, lebih berbahaya lagi,” katanya. Penyebutan gim spesifik ini mengindikasikan bahwa pemerintah melihat adanya korelasi langsung antara konten kekerasan simulatif dengan potensi bahaya di dunia nyata.
Dilema Pengawasan: Gim sebagai Media Pendidikan vs. Konten Kekerasan
Di sisi lain, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menunjukkan pandangan yang lebih berimbang. Ia tidak memandang gim online sebagai sesuatu yang murni negatif. Menurutnya, gim dapat membawa manfaat signifikan sebagai media pendidikan yang interaktif, asalkan penggunaannya berada di bawah pengawasan yang tepat.
“Tetapi game yang tidak diawasi itu menjadi masalah tersendiri,” tegas Mu’ti. Di sinilah, ia menunjuk letak masalah utamanya. “Dan masalahnya sekarang adalah siapa yang bisa mengawasi ketika anak bermain game, apalagi ketika main gamenya dengan ponsel di kamar, misalnya. Itu kan tidak ada yang bisa mengontrol dan banyak kekerasan,” paparnya.
Ini adalah inti dari dilema digital modern: privasi di ruang pribadi versus kebutuhan pengawasan orang tua. Wacana Pembatasan Gim Online ini, menurut Mu’ti, harus berfokus pada solusi untuk masalah pengawasan ini, bukan sekadar menyalahkan platform gimnya semata.
*Menuju Pendekatan Komprehensif untuk Wacana Pembatasan Gim Online
Sebagai penutup, Mu’ti menekankan bahwa solusi yang dicari tidak boleh bersifat kaku atau “struktural” semata. Pemerintah ingin menghindari kebijakan populis yang mudah diucapkan namun sulit dieksekusi dan berpotensi menimbulkan masalah baru.
“Ini lah yang nanti perlu kita lakukan bersama-sama dan kami mencoba memperbaiki ini supaya pendekatannya tidak terlalu struktural, tapi lebih partisipatif dan komprehensif,” ujar dia.
Apa artinya “partisipatif dan komprehensif”? Ini berarti, solusi tidak hanya berupa pemblokiran dari atas ke bawah. Kemungkinan, ini akan melibatkan kampanye literasi digital masif untuk orang tua, integrasi kurikulum etika digital di sekolah, dan dialog dengan para penerbit gim serta asosiasi e-sports. Pemerintah tampaknya menyadari bahwa melarang gim online secara total adalah hal yang mustahil di era digital. Maka dari itu, fokusnya bergeser pada bagaimana membangun ekosistem digital yang lebih aman bagi anak-anak Indonesia.
