Retconomynow.com – 18 Oktober 2025 – Di hadapan para wisudawan, Presiden Prabowo Subianto membagikan sebuah pesan kuat tentang pentingnya belajar seumur hidup. Namun, yang paling mencuri perhatian bukanlah sekadar nasihatnya. Justru, dalam pidatonya, terungkap bahwa kebiasaan Prabowo baca buku selama dua hingga empat jam setiap hari masih ia jalani hingga kini. Dalam kesempatan tersebut, Prabowo tidak hanya membagikan rahasia dapurnya dalam menimba ilmu. Ia juga memberikan pandangannya yang tajam mengenai kemudahan teknologi seperti “Pakde Google” dan ChatGPT, seraya memberi peringatan keras tentang sisi gelap Artificial Intelligence (AI).
Komitmen Seumur Hidup pada Ilmu: Kebiasaan Prabowo Baca Buku
BACA JUGA : Komdigi Beri Ultimatum ke X: Bayar Denda Konten Porno atau Izin Dicabut Pekan Depan
Di tengah kesibukannya sebagai kepala negara, Prabowo menegaskan bahwa proses belajar tidak pernah berhenti. Menurutnya, wisuda bukanlah garis finis. Sebaliknya, momen itu adalah titik start dari sebuah perjalanan yang jauh lebih panjang. Untuk membuktikan komitmennya pada ilmu pengetahuan, ia membagikan rutinitas pribadinya.
“Saya sampai sekarang masih mungkin 2, 3, 4 jam tiap hari saya belajar, tiap hari,” kata Prabowo. Ia bahkan dengan percaya diri menantang para mahasiswa untuk mengonfirmasi kebiasaannya ini kepada para ajudan yang selalu mendampinginya. “Tanya ajudan saya, saya tidur jam berapa malam. Dua jam paling sedikit saya baca,” tegasnya. Kebiasaan Prabowo baca buku ini menjadi sebuah teladan nyata. Ia menunjukkan bahwa di level tertinggi sekalipun, kehausan akan pengetahuan adalah sebuah keharusan. Oleh karena itu, ia mendorong para sarjana baru untuk tidak pernah merasa puas.
Kontras Zaman: Dari “Cari Sendiri” ke Era “Pakde Google”
Prabowo kemudian menarik sebuah garis kontras yang tajam. Ia membandingkan generasinya dengan generasi muda saat ini. Ia mengakui bahwa anak-anak muda sekarang memiliki kemewahan akses informasi. Kemewahan ini tidak pernah ia bayangkan di masa lalunya. Dengan nada yang sedikit menyindir namun akrab, ia menyebut berbagai alat bantu modern.
“Dan sekarang ada alat yang luar biasa. Untuk anak-anak muda sekarang ada YouTube, ada internet ya,” ucap Prabowo. “Zaman saya dulu nggak ada. Ada ChatGPT, enak sekali kalian, ya.” Ia melanjutkan dengan istilah yang lebih populer. “Tanya om, tanya Pakde Google. Dulu nggak ada, kita harus cari sendiri.” Pernyataan ini disambut tawa oleh para hadirin. Akan tetapi, di balik humor tersebut, tersirat sebuah pesan. Kemudahan akses informasi saat ini seharusnya menjadi pendorong untuk belajar lebih giat, bukan alasan untuk menjadi malas.
Pedang Bermata Dua: Peringatan Keras tentang Bahaya Artificial Intelligence (AI)
BACA JUGA : Pengawasan Pertambangan Ilegal Prabowo Stop Rugi Timah
Setelah memuji kemudahan teknologi, Prabowo dengan cepat mengubah nadanya menjadi lebih serius. Ia mengingatkan bahwa teknologi, terutama AI, adalah sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa membantu manusia. Namun, di sisi lain, ia juga bisa menghancurkan dengan sangat cepat jika disalahgunakan.
“Teknologi bisa menghancurkan manusia dengan cepat, dengan seketika,” tutur Prabowo. “Teknologi bagus, tapi teknologi juga bisa menyusahkan kita.” Ia secara spesifik menyoroti kemampuan AI dalam memproduksi dan menyebarkan kebohongan. Menurutnya, era digital telah mempermudah siapa saja untuk menciptakan informasi palsu. Bahkan, informasi itu bisa terlihat sangat nyata. “Sekarang gampang bikin kebohongan, gampang menyebarkan kebohongan, gampang dengan AI membuat seolah-olah benar, padahal tidak benar,” tegasnya.
Korban Deepfake: Pengalaman Pribadi Prabowo dengan Sisi Gelap AI
BACA JUGA : WNA Pimpin BUMN: Prabowo Umumkan Reformasi Radikal BUMN di Forum Global
Peringatan Prabowo tentang bahaya AI bukan tanpa dasar. Faktanya, ia menceritakan pengalamannya sendiri. Ia pernah menjadi korban teknologi deepfake. Ia mengaku pernah terkejut saat melihat video-video dirinya yang dimanipulasi oleh AI. Video-video itu beredar luas di media sosial. Dalam salah satu video, AI membuatnya seolah-olah bisa bernyanyi dengan merdu. Padahal, ia mengaku sama sekali tidak bisa bernyanyi.
Selain itu, ada pula video lain yang lebih canggih. AI membuatnya tampak fasih berpidato dalam bahasa Mandarin dan bahasa Arab. Prabowo mengakui bahwa video-video tersebut muncul saat masa kampanye. Meskipun ia tahu itu adalah kebohongan, ia memilih untuk diam saat itu. Alasannya, video tersebut secara tidak langsung memberikan citra positif baginya. “Dibikin Prabowo pidato dalam bahasa Mandarin luar biasa pidatonya, tapi karena saya sedang kampanye aku diam aja,” kenangnya. “Padahal itu salah.” Pengalaman pribadi ini menjadi contoh nyata betapa mudahnya teknologi AI digunakan untuk memanipulasi realitas.
Pesan untuk Generasi Muda: Manfaatkan Teknologi dengan Bijak
BACA JUGA : Nasib PPPK: Janji Setara yang Terhenti di Atas Kertas
Pada akhirnya, Prabowo kembali kepada pesan utamanya untuk para wisudawan. Ia mengajak generasi muda untuk tidak hanya menjadi konsumen teknologi. Justru, mereka harus menjadi pengguna yang kritis dan bijaksana. Kemudahan yang ditawarkan oleh “Pakde Google” dan ChatGPT harus diimbangi dengan kemauan untuk terus belajar. Mereka harus belajar dari sumber-sumber yang kredibel, seperti yang ia lakukan melalui kebiasaan Prabowo baca buku.
Ilmu yang didapat dari proses belajar yang tekun, menurutnya, adalah fondasi. Fondasi yang akan membuat seseorang mampu membedakan antara informasi yang benar dan kebohongan yang AI sajikan dengan canggih. Dengan demikian, pesannya sangat jelas: jadilah generasi pembelajar seumur hidup yang mampu memanfaatkan teknologi untuk kebaikan, bukan malah terjerumus oleh sisi gelapnya.
